KedaiPena.Com- Ketua Umum DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia atau GMNI Arjuna Putra Aldino menilai bahwa Indonesia saat ini perlu dipimpin oleh Presiden dengan usia produktif yakni usia tidak lebih dari 64 tahun. Menurutnya, hal ini diperlukan guna merespon tantangan bonus demografi di Indonesia yang terjadi pada tahun 2045.
Arjuna menjelaskan, jika mengacu indikator Badan Pusat Statistik, kelompok usia produktif diidentifikasikan sebagai kelompok yang terdiiri dari orang berusia 15 hingga 64 tahun. Arjuna mengakui fakto usia sangat penting untuk menjadi pertimbangan karena faktor usia berkaitan dengan kemampuan adaptasi yang cepat dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Apalagi, kata dia, saat ini telah memasuki era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan adanya transformasi digital yang sangat cepat dan masif. Untuk itu butuh kemampuan adaptasi, adopsi dan inovasi teknologi yang cepat dan tepat agar Indonesia tidak tertinggal.
“Kepemimpinan nasional harus dinakhodai oleh sosok yang memiliki kemampuan adaptasi dan inovasi teknologi agar kita bisa menempuh akselerasi. Dan ini bisa terjadi apabila pemimpin berada di usia produktif”, papar Arjuna dalam keterangan tertulis, Minggu,(27/8/2023).
Perekonomian global telah mengalami revolusi oleh kecerdasan artifisial dan peran mesin. Hal ini membawa dampak dan konsekuensi serius terhadap cara hidup manusia, seperti yang telah terjadi pada revolusi agrikultura, industrial, dan digital. Untuk itu, Indonesia perlu pemimpin yang membawa paradigma berfikir yang transformatif dan progresif karena paradigma berfikir seseorang nantinya akan berkaitan dengan arah kebijakan dan model kepemimpinan.
“Kita tidak mungkin dipimpin oleh calon pemimpin yang masih berfikir old school yang masih berfikir konservatif. Ini akan menghambat inovasi dan kemajuan”, tambah Arjuna
Semua sendi kehidupan kini mengalami transformasi. Di bidang pertahanan misalnya, ancaman pertahanan bukan lagi ancaman dalam pengertian tradisional. Namun ditengah era big data dan internet of thing, telah muncul ancaman Siber berupa pencurian data dan teknologi militer.
Maka kebijakan pertahanan tidak bisa sebatas belanja alutsista bekas. Melainkan harus pada proyeksi dibentuknya organisasi Cyber Defense. Seperti halnya di Amerika Serikat talah dibentuk United States Cyber Command (USCYBERCOM) di bawah United States Strategic Command (US STRATCOM) sebagai antisipasi terhadap banyaknya serangan cyber terhadap jaringan komputer, internet, maupun infrastruktur digital.
“Di bidang pertahanan misalnya, kita tidak mungkin mempertahankan gaya kebijakan old school seperti belanja alutsista bekas. Namun harus pada proyeksi dibentuknya organisasi Cyber Defense. Tidak bisa tidak, di masa depan dunia digital sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia dan bangsa”, tutur Arjuna
Sama halnya dalam mencapai Swasembada pangan. Kita tidak bisa mempertahankan model kebijakan pertanian yang mengarah pada “ekstensifikasi” yang mengutamakan perluasan areal pertanian sehingga membabat hutan dan mengancam keseimbangan ekosistem serta perubahan iklim. Produktivitas harus ditingkatkan dengan teknologi “smart farming”. Tujuannya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pertanian, serta mempermudah pengaturan logistik.
“Hari ini kedaulatan pangan harus dicapai dengan teknologi smart farming. Bukan lagi model konvensional seperti ekstensifikasi pertanian. Selain untuk mencapai swasembada juga untuk menghindari kerusakan lahan dan kerusakan lingkungan”, jelas Arjuna
Untuk itu, akomodasi kepemimpinan nasional yang dibatasi pada kategori usia produktif menjadi penting ditengah tuntutan situasi global yang menuntut Indonesia untuk cepat melakukan adaptasi dan inovasi. Pembatasan ini berkaitan dengan kecakapan yang mesti dimiliki oleh calon pemimpin, terutama kecakapan adopsi dan inovasi teknologi untuk melakukan percepatan kemajuan.
“Kecakapan menjadi tolak ukur yang krusial dalam kepemimpinan nasional. Kita tidak mungkin bicara percepatan kemajuan jika kita dipimpin oleh seseorang yang old school, tidak mampu melakukan inovasi dan mengakselerasi kemajuan untuk Indonesia Emas 2045”, tutup Arjuna.
Laporan: Tim Kedai Pena