KedaiPena.com – Keputusan pemerintah untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No 48/2016 mengenai Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional, disambut baik oleh Pengamat Pangan Nur Jafar Marpaung.
Ia mengharapkan revisi Perpres tersebut dapat memuat aturan mengenai penenuhan kebutuhan pangan bagi rakyat, pengaturan fungsi kelembagaan serta keamanan pangan, makanan yang aman dan bergizi bagi rakyat Indonesia.
“Substansi pengaturan pemenuhan kebutuhan pangan dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) No 48/2016 diharapkan , disamping mengatur mengenai masalah konsumsi dan distribusi, harus disertai juga terkait penyediaan pangan dan produksi pangan domestik, mengatur cadangan pangan, pemasukan dan pengeluaran, krisis pangan dan keterjangkauan pangan, serta pembentukan lembaga baru, Badan Otorita Pangan (BOP),” kata Nur Jafar, Minggu (23/10/2022).
Ia menyatakan krisis pangan 2022 yang melanda banyak negara dunia sudah ada di depan mata. Bahkan, beberapa negara ternyata sudah mulai merasakan dampaknya.
“Boleh saja orang mengabaikan soal krisis pangan ini karena masih bisa makan, tetapi krisis pangan sesungguhnya sudah sangat terasa. Hal tersebut dapat dilihat dengan naiknya harga bahan pangan saat ini,” ungkapnya.
Agar tidak terjadi kelaparan maka harus ada peningkatan produksi pangan dunia. Produksi pangan tersebut idealnya untuk saat ini harus berkisar 70 persen.
“Jika sebagian negara masih sekitar 10 persen maka bukan persoalan mudah untuk mengejarnya,” ungkapnya lagi.
Nur Jafar menyatakan untuk menghadapi krisis pangan yang mungkin terjadi ini ada beberapa upaya yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat.
“Diantaranya bagaimana upaya menghadapi perubahan iklim, pengembangan varietas yang adaptif, persoalan pupuk, persoalan perilaku tidak boros dan persoalan regenerasi petani,” katanya lebih lanjut.
Ia juga menyampaikan perlunya mengembangkan budi daya teknik pertanian yang bisa menghemat pupuk. Karena harga pupuk saat ini sangat mahal dan diperkirakan akan terus naik seiring langkanya sumber daya alam pembuat pupuk, seperti gas alam dan lain-lain.
“Apalagi jika bisa membuat pupuk secara mandiri dan bisa menggantikan pupuk pabrikan dengan mendasarkan pada pengembangan biologi tanah dan biologi tanaman, itu lebih bagus,” ujarnya.
Dalam aspek sosial, ia mengemukakan, sudah saatnya gencar dilakukan edukasi kepada anak-anak muda agar tertarik menjadikan petani sebagai profesi. Mengupayakan bagaimana menjadikan hasil-hasil pertanian sebagai komoditas yang menguntungkan dan menjanjikan. Bagaimana menjadikan pertanian sebagai pekerjaan yang menarik dengan mengembangkan aplikasi-aplikasi, model otomatisasi dengan dikontrol melalui handphone.
“Intinya dengan internet of thinks, mudah-mudahan menarik anak-anak muda menjadi petani milenial tapi dengan penghasilan yang cukup. Karena praktiknya telah dilakukan oleh beberapa pihak terkait dengan lahan sekitar 400 meter dengan sistem pertanian hidroponik cukup menjanjikan asal ada kemauan,” pungkas Ketua DPP APEGTI Provinsi Riau ini.
Laporan: Ranny Supusepa