KedaiPena.Com – Tiga hari pertama reses masa persidangan ketiga akhir pekan lalu digunakan oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon untuk menemui para petani yang menjadi konstituennya di Kecamatan Tanjung Sari, Kecamatan Sukamakmur, dan Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor.
Fadli yang juga merupakan Ketua Umum DPN HKTI, menyatakan umumnya petani mengeluhkan rusaknya infrastruktur pertanian dan rendahnya harga gabah patokan pemerintah, padahal harga beras saat ini sedang tinggi.
“Para petani umumnya mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap perbaikan nasib mereka. Sebab, di tengah harga beras yang tinggi, pemerintah masih mematok harga pembelian pemerintah (HPP) yang rendah untuk gabah petani,” ujar Fadli dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, Senin (19/2/2018).
“Saat ini harga gabah kering panen (GKP) di pasar sudah mencapai Rp5.500 per kilogram. Harga itu jauh di atas HPP yang ditetapkan pemerintah, di mana HPP GKP sejak 2015 hanya dipatok Rp3.700 saja per kilogram,” sambung Fadli.
Kendati demikian, Fadli menuturkan, harga gabah yang bagus itu juga tak bisa tidak bisa dinikmati oleh petani, karena dalam dua tahun terakhir mereka mengalami gagal panen.
Seperti di Bogor, lanjut Fadli, kasus gagal panen umumnya disebabkan oleh hama, bukan karena kekeringan sebagaimana yang terjadi di kawasan Pantura. Serangan hama ini terjadi akibat kurangnya pupuk dan minimnya upaya antisipasi.
“Hampir semua petani di tiga kecamatan mengeluhkan mahalnya harga pupuk dan pestisida, selain minimnya Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang bisa memberikan bimbingan. Itu faktor-faktor yang telah membuat kenapa gagal panen kembali terjadi tahun ini,†jelas Fadli.
Tidak hanya itu, lanjut Fadli, masyarakat petani juga banyak yang mempertanyakan kebijakan impor beras. Meski dua tahun terakhir diakui ada gagal panen, namun impor yang dilakukan menjelang musim panen dianggap hanya kian menyulitkan petani saja.
“Orang-orang desa bertanya, bukankah dulu saat kampanye Pilpres 2014 Pak Jokowi berjanji tidak akan mengimpor pangan, tapi kenapa sekarang justru impor beras menjelang musim panen?! Kenapa bukan kemampuan produksi kita yang diperbesar?! Itu pertanyaan mereka,” ujar Fadli menyampaikan.
Dengan kondisi demikian, tutur Fadli, kebijakan pangan dalam jangka pendek memang bisa menjamin ketersediaan pangan. Namun, dalam jangka panjang kebijakan tersebut bisa berdampak buruk, karena akan melemahkan kemampuan produksi sektor pertanian kita.
“Ketergantungan impor pangan akan berisiko terhadap ketahanan pangan dan bisa mengancam kedaulatan kebijakan pangan kita. Jadi, pemerintah seharusnya tidak terus-menerus mereproduksi solusi instan semacam itu dalam mengatasi persoalan pangan,” tegas Fadli.
“Saya sangat menyayangkan kebijakan pangan kita yang terkesan amburadul. Kementerian Pertanian selalu mengklaim produksi beras kita surplus, tapi Kementerian Perdagangan malah menerbitkan izin impor. Begitu juga halnya dengan jagung,” tandas Fadli.
Laporan: Muhammad Hafidh