KedaiPena.Com – Menteri Pertanian di era Presiden Susilo Bambang Yudhono (SBY), Anton Apriyantono angkat bicara terkait polemik impor jagung maksimal 100 ribu ton hingga akhir tahun ini yang diputuskan oleh pemerintah baru-baru ini.
Keputusan ini diambil setelah rapat koordinasi terbatas Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri Badan Usaha Milik Negara dan Perum Bulog. Jagung yang diimpor untuk pakan ternak bukan konsumsi masyarakat.
Meski demikian, nada tidak enak keluar dari Menteri Perdagangan dan Menko Perekonomian yang mempertanyakan keputusan untuk mengimpor jagung ditengah klaim surplusnya produksi jagung dari Kementan.
“Lagi-lagi ini masalah data yang tidak akurat, lalu ‘policy’ yang masih harus dikaji kembali ketepatannya. Bila begini BPS (Badan Pusat Statistik) harus mengkaji ulang metode pengumpulan datanya dan petugas lapangannya harus cukup,” ujar Anton saat dihubungi KedaiPena.Com, Senin,(12/11/2018).
Anton pun menjelaskan, bahwa kebijakan impor harus dapat dilihat sebagai dampak adanya kekurangan produksi dalam negeri.
“Kalau impor dibatasi tanpa diiringi peningkatan produksi yang signifikan maka dampaknya ada dua, menggunakan substitusi seperti gandum untuk pakan ternak atau harga naik,” jelas Anton.
Sebaliknya, lanjut Anton, jika harga naik itu juga indikasi adanya kekurangan suplai. Hal tersebut, karena harga bisa digunakan sebagai alat kontrol, di tingkat petani harga harus bagus.
“Jika perlu tetapkan harga dasar, jika harga naik maka keran impor dibuka tapi terkontrol jumlahnya sampai harga stabil pada tingkat yang diinginkan,” pungkas Anton.
Laporan: Muhammad Hafidh