KedaiPena.Com – Amerika Serikat sebagai negara adidaya di dunia sempat mengalami krisis ekonomi parah di tahun 2008.
Bahkan sisa krisis ekonomi tersebut masih terasa dan belum benar-benar pulih hingga saat ini.
Demikian dikatakan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo saat memberikan kuliah umum di kampus Perbanas Institute Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (21/1/2018).
“Bisa dikatakan dampak dari krisis ekonomi yang menimpa Amerika Serikat tersebut belum benar-benar pulih hingga saat ini,” ujar Agus dalam kuliah umumnya.
Namun demikian, kata Agus, kala itu Amerika memilih mengambil kebijakan moneter yang ‘ultraeasy’ untuk memperbaiki kondisi ekonomi negaranya dengan menurunkan tingkat bunga di negaranya.
“Untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Amerika Serikat kala itu lebih memilih menurunkan tingkat bunga dari kisaran 5 persen di tahun 2008 diturunkan dalam waktu setahun hingga mendekati 0 persen sampai 0,25 persen di tahun 2009,” beber Agus.
Dan dari tahun 2009, sambung dia, tingkat bunga yang hanya berkisar sekitar 0 persen sampai 0,25 persen sekarang mulai dinaikan secara bertahap hingga sampai desember 2017 dinaikkan menjadi 1,5 persen.
“Itu yang dilakukan Amerika dari tahun 2009 sampai 2015 hingga saat ini untuk memperbaiki kondisi ekonominya. Amerika itu betul-betul menerapkan kebijakan moneter yang longgar,” tambah Agus.
Tidak hanya itu, lanjut Agus, untuk memperbaiki kondisi ekonominya agar terlepas dari masa krisis, Amerika juga rela menggelontorkan uang hingga triliunan dolar AS untuk membuat stimulus ekonomi.
“Mereka menggelontorkan uang triliunan dollar untuk bisa membuat stimulus dari ekonomi. Dan, The Fed (Bank Sentral) mereka yang dulunya hanya memiliki neraca 800 milliar dollar (2008), sekarang itu memiliki neraca hingga 4,5 trilun dollar,” beber dia.
Sementara AS melakukan pelonggaran kebijakan ekonomi, Indonesia di saat penurunan daya beli malah melakukan pengetatan anggaran.
Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra menilai, kebijakan Sri Mulyani yang mengandalkan pengetatan anggaran, pencabutan subsidi, ‘pemalakan pajak’ bagi UMKM.
Laporan: Muhammad Hafidh