KEBANGKITAN nasionalisme Indonesia tidak lahir dari golongan kelas menengah. Andai tidak ada revolusi kemerdekaan golongan yang umumnya priyayi dan feodal ini lebih nyaman ikut sama Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda sendiri telah mempersiapkan mereka sebagai golongan Pangrehpraja, yaitu aparatur pemerintah yang dididik dan dipersiapkan untuk meneruskan administrasi kolonial.
Itulah sebabnya Wahidin Sudirohusodo tidak mendapat respon dari golongan kelas menengah ketika ia melakukan tourne untuk menggalang cita-cita memajukan bangsa.
Hingga akhirnya dia bertemu dengan mahasiswa dan para pelajar yang kemudian mencetuskan lahirnya Budi Utomo.
Yaitu para mahasiswa Stovia dan pelajar Osvia.
Hari ini kebangkitan akan perubahan selain muncul dari mahasiswa juga datang dari anak-anak STM.
Anak-anak yang umumnya berasal dari keluarga kurang mampu yang sehari-hari merasakan kesulitan hidup karena merupakan korban paling depan dari sistem brengsek perekonomian neoliberal yang tidak memihak kepentingan rakyat kecil.
Korban jargon-jargon gombal seperti Trisakti sampai Revolusi Mental, yang telanjur kena stigma “tukang tawuran”.
Padahal energi dan kreativitas mereka tidak tersalurkan karena kemiskinan dan tidak adanya kepedulian pemerintah selain iming-iming jargon kosong dari menteri urusan pemudanya yang koruptor.
Anak-anak STM ini ternyata punya kepekaan terhadap keadaan walaupun mungkin referensi mereka mengenai politik sangat terbatas, tetapi mereka punya cara dan punya keberanian untuk mengekspresikan keinginan agar terjadi perubahan di negeri ini.
Mereka merasakan sendiri pancaroba yang membahayakan bangsanya. Merasakan bahwa pemerintahan ini sudah tidak punya trust, tidak punya kredibilitas dan tidak punya keberpihakan kepada rakyat.
Pancaroba dalam konteks hari ini dalam pandangan ekonom pro kerakyatan Dr Rizal Ramli adalah cekikan perekonomian neoliberal, seperti BPJS yang malah menyengsarakan rakyat, bakal naiknya tarif listrik, kebakaran hutan yang masif dan merusak lingkungan hidup tetapi tanpa keadilan penegakan hukum.
Hal lainnya ialah upaya pelemahan KPK demi untuk menyuburkan korupsi, RUU KUHP yang semangatnya lebih kolonial daripada kolonialis, persoalan kedekatkan politik dan ekonomi yang sangat berlebihan dengan Tiongkok, hingga bahaya laten rasisme yang bisa menjalar karena masalah Papua tidak tepat penanganannya. Semua ini sangat membahayakan NKRI.
Oleh Arief Gunawan, wartawan senior