KedaiPena.Com – Ketua Bidang Ekuintek-LH DPP PKS, Memed Sosiawan mengatakan bahwa pembahasan RAPBN-P 2016 tidak selayaknya disandera oleh pembahasan RUU Tax Amnesty. Pemerintah harus mampu mengantisipasi dilakukannya skenario pembahasan RAPBN 2016 tanpa tergantung dengan pembahasan RUU Tax Amnesty.
“Karena dimulainya pembahasan RAPBN-P 2016 harus dilakukan setelah adanya perkembangan perubahan signifikan yang terjadi pada indikator ekonomi makro yang telah ditetapkan dalam UU APBN 2016,†kata Memed di Gedung DPP PKS, Jakarta Selatan, Jumat (11/3).
Memed menyampaikan hal tersebut untuk menyikapi pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR bahwa penerimaan negara pada tahun 2016 ini akan meleset sekitar Rp 290 triliun di bawah target.
Adanya koreksi terhadap pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,6 persen menjadi 3,4 persen, menurut Memed, juga karena adanya rencana koreksi terhadap target pertumbuhan ekonomi Tiongkok dari 7 persen menjadi 6,5-7 persen dan rencana turunnya persentase belanja militer Tiongkok dari dua digit selama dua dekade menjadi satu digit terhadap PDB.
“Sebagaimana disampaikan dalam Kongres Rakyat Nasional (NPC) pada pekan ini, yang tentu saja pertumbuhan global tersebut memberi pengaruh besar terhadap target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016,†ujar Memed.
Turunnya harga minyak saat ini yang berada pada kisaran 30 dollar AS per barel, menurut Memed, bahkan pernah menyentuh angka 26 dollar AS per barel, dari harga minyak dalam asumsi makro APBN 2016 sebesar 50 dolar AS per barel.
“Perubahan-perubahan indikator ekonomi makro tersebut pasti akan mengubah postur APBN 2016, termasuk melesetnya target penerimaan negara sebesar Rp 290 triliun, harus segera diantisipasi dengan dimulainya pembahasan RAPBN-P 2016,†ucapnya.
Pembahasan RUU Tax Amnesty tentunya bukan hanya menyangkut aspek pengampunan pajak yang akan memberikan potensi penerimaan negara sebesar ratusan miliar rupiah.
“Ini menyangkut iktikad buruk para wajib pajak dan penerima dana BLBI untuk menghindari pajak, juga menyangkut pola dan mekanisme sistem serta tata kelola perpajakan, yang memerlukan adanya jaminan low enforcement yang transparan,†pungkas Memed.
(Prw/Ist)