KedaiPena.Com- Lembaga kepresidenan dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim dianggap telah melakukan pelecehan lantaran tak kunjung memberikan dan membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Pendidikan Kedokteran.
Atas dasar itulah, Ketua Kerja (Panja) DPR RUU Pendidikan Kedokter Willy Aditya, mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo pada tanggal 6 September 2022. Politikus NasDem ini dalam surat terbuka menyebut jika RUU tentang Pendidikan Kedokteran telah disahkan dalam rapat paripurna menjadi hak inisiatif DPR sejak 2021.
“Sejak bulan September tahun 2021, RUU tentang Pendidikan Kedokteran sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR menjadi RUU hak inisiatif DPR. Bapak Presiden pun sudah mengirimkan Surat Presiden kepada DPR dengan nomor surat R-55/Pres/12/2021 per tanggal 2 Desember 2021 sebagai persetujuan bapak Presiden untuk mebahas RUU tentang Pendidikan Kedokteran ini,” jelas Willy seperti dikutip dari surat terbuka tersebut, Rabu,(28/9/2022).
Willy menuturkan dalam surat yang bersifat segera tersebut, Presiden telah menugaskan kepada Saudara Menteri Nadiem Makarim bersama sejumlah menteri lainnya untuk mewakili Pemerintah membahas RUU tentang Pendidikan Kedokteran.
“Badan Legislasi sebagai alat kelengkapan dewan yang ditunjuk untuk melakukan pembahasan RUU tentang Pendidikan Kedokteran tersebut, telah mengadakan rapat kerja dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Menteri terkait lainnya pada tanggal 14 Februari 2022,” papar Willy.
Willy menambahkan, dalam rapat tersebut, DPR secara resmi meminta kepada saudara Menteri untuk menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Pendidikan Kedokteran sebagai kelengkapan dari Surat Presiden yang telah Bapak kirimkan.
Ia menuturkan, hal ini juga sebagian dari proses pembahasan RUU sebagaimana diperintahkan dalam Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Bapak Presiden, sebagaimana diperintahkan dalam Pasal 49 Ayat 2 tersebut, disebutkan bahwa “Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang disertai dengan Daftar Inventarisasi Masalah Bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima”, maka penyertaan DIM dalam Surpres yang telah Bapak layangkan kepada DPR adalah amanat/perintah Undang-Undang,” papar Willy.
Namun demikian, kata Willy, setelah lebih dari 60 hari sejak Surpres kami terima, dan saat Rapat Kerja di tanggal 14 Februari 2022 tersebut, DIM tersebut belumlah diterima juga. “Bahkan ketika “usia” Surpres sudah lebih dari 9 (Sembilan) bulan,” imbuh Willy.
Willy mengaku, pimpinan Badan Legislasi telah beberapa kali mengadakan pertemuan informal dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Menteri Kesehatan terkait penyerahan DIM tersebut.
Menteri Nadiem, lanjut Willy , berjanji dan meminta waktu hingga akhir Juni 2022 untuk memberikan DIM yang dimaksud.
“Namun hingga Bulan September 2022 ini, tidak ada kabar terkait DIM yang dijanjikan tersebut,” papar Willy.
Willy menegaskan, bahwa hal tersebut merupakan pengabaian atas amanat dan perintah UU. Willy menyebut tindakan tersebut merupakan bentuk pelecehan kelembagaan.
“Baik terhadap lembaga DPR maupun Kepresidenan,” pungkas Willy.
Laporan: Tim Kedai Pena