KedaiPena.com – Rencana pengesahan RUU Kesehatan atau Omnibus Law Kesehatan hari ini, dijawab dengan rencana aksi yang bersamaan dengan Rapat Paripurna di Gedung DPR RI.
Disampaikan, bahwa para peserta aksi adalah para dokter dan tenaga kesehatan (nakes) yang berasal dari organisasi profesi (OP) yang terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
“Hingga saat ini, massa yang sudah siap sekitar 10 ribu. Kemungkinan bisa bertambah,” kata Ketua PB IDI Adib Khumaidi, dikutip Selasa (11/7/2023).
Diinformasikan bahwa penolakan atas RUU Kesehatan ini didasarkan pada enam hal.
Pertama, mereka menilai RUU Kesehatan dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum terkait organisasi keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, dan apoteker.
Sebab menurut mereka dalam RUU ini, sembilan undang-undang yang terkait keprofesian dan kesehatan dihilangkan. OP menilai penghapusan undang-undang yang secara khusus atau lex specialis mengatur tentang keprofesian itu akan berdampak pada kepastian hukum profesi.
Mereka menganggap RUU itu belum bisa menjamin perlindungan dan kepastian hukum tenaga medis atau kesehatan.
Kedua, OP menganggap RUU ‘Sapu Jagat’ itu telah menghapuskan anggaran pembiayaan nakes yang sebelumnya sebesar 10 persen tertuang dalam APBN dan APBD.
Ketiga, OP mengatakan pasal terkait aborsi dalam RUU Kesehatan dapat berpotensi meningkatkan angka kematian. Sebelumnya, pasal aborsi mengatur maksimal 8 minggu. Akan tetapi, dalam RUU ini aborsi diperbolehkan hingga 14 minggu.
Keempat, OP juga menilai pembahasan RUU Kesehatan terkesan terburu-buru alias dikebut untuk disahkan.
Kelima, mereka menyebut dalam penyusunan hingga pembahasan, lima OP sebagai pemangku kepentingan tidak dilibatkan. Bahkan menurut mereka cenderung tak didengar.
Keenam, OP juga menyoroti Pasal 235 RUU Kesehatan yang disebut memperbolehkan dokter asing untuk berkarya di rumah sakit Indonesia. OP menilai ‘impor’ tenaga kesehatan asing dapat berisiko terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.
Laporan: Ranny Supusepa