KedaiPena.Com – Perda No.4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi sepertinya menjadi perda, yang secara langsung maupun tidak langsung, terdampak dengan adanya pengesahan RUU IKN oleh DPR RI pada 18 Januari 2022 lalu.
Dalam pasal paling awal dari Perda tersebut dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan daerah pada perda itu adalah “Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta”.
Sementara menurut UU IKN yang kini sedang berproses penomoran dan penandatanganan presiden, justru Ibu Kota Negara yang baru adalah Nusantara yang terletak di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Bagi pegiat Klub Literasi Progresif (KLiP) Nanang Djamaludin, kini Perda No.4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi, seakan-akan sedang galau.
Galaunya itu menyangkut kapan perda ini akan direvisi sebagai dampak tercabutnya status Jakarta sebagai ibukota negara yang posisinya diganti Nusantara di Kaltim.
“Ketidakpastian sangat tinggi tentang terwujud-tidaknya kepindahan Ibukota Negara dari Jakarta ke Nusantara, Kaltim tahun 2024 nanti. Ketidakpastian itu semakin menyeruak ketika kocek keuangan negara justru dikabarkan sedang bolong, Istilah Betawinya sedang gak gableg duit,” ujar Nanang saat menjadi narasumber kegiatan Sosialisasi Perda No.4 Tahun 2015 di hadapan masyarakat Kelurahan Kedoya Selatan, Jakarta Barat, belum lama ini.
Kegiatan itu dilaksanakan dengan disiplin protokol Covid yang sangat ketat.
Galaunya Perda itu saat pada ini, tambahnya, juga karena munculnya penentangan banyak kalangan terhadap pengesahan UU IKN. Bahkan penentangnya itu sudah siap-siap langsung mempermasalahkan UU IKN ke Mahkamah Konstitusi.
Generasi milenial Betawi
Dalam pandangan Nanang, terlepas nantinya Jakarta tetap sebagai Ibukota maupun tidak, perda Pelestarian Kebudayaan Betawi harus tetap berjalan. Sebab sejak kelahirannya tujuh tahun lalu Perda tersebut memiliki tujuan penting dan strategis bagi masa depan masyarakat Betawi di Jakarta.
“Mengingat kebudayaan Betawi yang dikenal punya unsur-unsur yang amat kuat dan khas itu merupakan bagian dari budaya nasional, maka sangatlah penting untuk dijaga, dipupuk, dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakatnya sendiri. Tentunya dengan sokongan penuh Pemprof dan DPRD. Sehingga diharapkan dapat berperan mendorong tenciptakan tatanan masyarakat yang memiliki jati diri, berbudi mulia, pencipta yang kreatif, inovatif, berpikiran progresif dan terbuka,” jelasnya.
Diingatkan Nanang kepada kalangan generasi milenial maupun Gen Z yang lahir, tumbuh dan besar. Janganlah di Jakarta. Sangatlah dinanti kontribusi mereka untuk turut melestarikan kebudayaan Betawi. Sebab banyak hal bisa ditempuh mereka dengan cara-cara yang tentunya bakalan menjadi sangat “gue banget” Misalnya dengan membuat dan terlibat aktif di sanggar kesenian yang memadukan budaya kontemporer dengan nilai-nilai luhur yang berakar pada adat istiadat dan tradisi masyarakat Betawi.
“Bisa juga kalangan muda di Jakarta yang punya minat atau hobi pada produksi sinematografi, film-film segera berinisiatif membuat film-film berlatar sejarah kebetawian. Mengangkat cerita tokoh-tokoh sejarah yang dimiliki masyarakat Betawi. Misalnya dengan membuat film sosok Husni Thamrin pahlaman masyarakat Betawi yang meninggal di usia Muda itu. Atau film biografi tentang sang legenda Benyamin Sueb. Lalu film-film itu bisa disaksikan di Netflix” Cetus Nanang.
Sementara Yudha Permana dari Komisi E DPRD DKI Jakarta setuju dengan usulan Nanang. Dan ia punya ide untuk menjajaki kemungjinan apakah film si Pitung yang saat dirinya masih kecil bisa untuuk didaur-ulang lagi dengan kemasann yang lebih menarik dan kekinian serta bisa diakses melalui Netflix.
Laporan: Muhammad Hafidh