KedaiPena.Com – Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dinilai akan melemahkan pancasila sebagai sumber segala hukum. Yang akhirnya mereduksi dan mendegradasi posisi pancasila.
Pasalnya substansi yang diatur tentang pancasila tidak perlu dimasukan kedalam undang-undang. Dua muatan besar yang tertulis di dalam RUU HIP, pertama tentang penjabaran filosofi pancasila dan yang kedua adalah tentang kelembagaan BPIP.
“Kepentingan teknisnya lebih ke arah yang kedua yaitu tentang pelembagaan BPIP yang ingin dinaikan derajatnya, yang selama ini di bawah perpres kemudian naik menjadi undang-undang sehingga posisinya permanen jadi bukan lagi ad hoc,” ujar Dosen Universitas Islam Negeri Syarif hidayatulloh Jakarta Andi Syafrani, Jumat, (26/6/2020)
Menurutnya, untuk filosofi tidak signifikan karena norma yang diatur di ketentuan RUU itu semua itu adalah norma deskriptif.
Sedangkan, lanjut dia, yang namanya hukum tidak hanya deskriptif tapi harus juga preskripsif, artinya normanya harus jelas memuat tentang ketentuan yang boleh dan tidak boleh.
“Ada pula RUU HIP ini tidak dijelaskankan hal-hal sesuatu yang boleh dan tidak boleh, bicaranya soal yang sifatnya deskriptif uraian tentang filosofi dan penjabaran Pancasila. Berbeda halnya yang kita mau lebih dalam,” ungkapnya.
Andi mengibaratkan, ini adalah materi muatan penataran P4 yang dijadikan Undang-undang.
“Kalau begitu untuk apa? Ngapain ngajarin yang sifatnya deksriptif. Akibatnya ini akan menjadi corpus tertutup padahal kita menginginkan Pancasila ini kan bisa eksis selama Indonesia eksis,” papar dia.
“Corpus dimaksudkan ialah kita tidak bisa menafsirkan lebih luas kecuali mengikuti tafsiran yang sudah dimuat didalam undang-undang. Karena kita tau ini kan sifatnya dinamis. Lebih baik tidak dijadikan undang-undang, ditolak menjadi undang-undang,” sambung dia.
Andi menerangkan, pancasila itu menjadi dasar hukum Indonesia (grundnorm), persoalannya grundnorm-nya sekarang tiba-tiba menjadi undang-undang, jadi kita menafsirkan undang-undang dengan undang-undang.
“Terlihat ada kesan reductionis dengan menjadikan RUU ini menjadi undang-undang. Jadi reduksi terhadap pancasila sebagai filsafat negara Indonesia yang harusnya itu mencakup seluruh aspek kehidupan warga negara Indonesia. Namun dalam RUU ini direduksi hanya menjadi dua aspek yaitu ekonomi dan politik saja, padahal hidup kita aspeknya bukan hanya itu,” paparnya.
Dia menambahkan, dari aspek hukumnya, posisi pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum, dengan adanya undang-undang ini akhirnya mereduksi dan mendegradasi posisi pancasila.
“Sedangkan di pasal 2 Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menyebut pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, posisinya lebih tinggi. Kalau berbicara urutan penguraian pasal, penafsiran undang-undang itu juga bisa dilakukan penafsiran pengurutan pasal-pasal,” jelas dia.
Laporan: Sulistyawan