KedaiPena.com – Kehadiran RUU Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) akan menjadi pengakuan bahwa nuklir merupakan energi ramah lingkungan dan dapat menjadi bagian penyediaan energi bersih bagi Indonesia. Yang dibutuhkan saat ini adalah pengawalan atas penerapan setiap pasalnya dan memastikan bahwa nuklir ini akan menjadi energi bersih yang hadir dari teknologi dalam negeri, dikelola oleh sumber daya manusia Indonesia secara mandiri dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pendiri Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI), Markus Wauran menyatakan dengan adanya RUU EBET menjadi pengakuan bahwa energi nuklir merupakan energi hijau, yang berbasis pada penelitian ilmiah, baik luar negeri maupun dalam negeri.
“Jadi sudah tidak perlu diperdebatkan lagi, terkait jenis energinya. Sudah jelas ramah lingkungan,” kata Markus dalam webinar HIMNI, Kamis (9/6/2022).
Selain itu, RUU EBET juga menjadikan nuklir bukan sebagai alternatif terakhir dalam penyediaan energi di Indonesia.
“Saat ini menjadi prioritas, dengan dicantumkannya bahwa semua aturan perundangan yang bertentangan dengan RUU ini dianggap tidak berlaku. Dan ini juga menjadikan UU No.10 tahun 1997 dan PP No.79 tahun 2014 tentang kebijakan energi tidak akan berlaku lagi,” ujarnya.
RUU EBET juga mendorong semua penggerak nuklir, terutama anggota HIMNI, untuk mempersiapkan tahap akhir pembangunan PLTN, seperti yang diisyaratkan oleh IAEA.
“Hanya tinggal perlu melengkapi beberapa hal, seperti management untuk memulai pembangunan PLTN. Dan tak lupa, harus dipersiapkan juga kemandirian teknologi, seperti yang dicantumkan juga dalam RUU, sehingga tak perlu lagi impor bahan baku reaktor nuklir,” ujarnya lagi.
Tapi, Markus menegaskan setiap penggerak nuklir masih harus mengawal RUU EBET ini, hingga menjadi UU.
“Karena bagaimana pun komitmen politik bisa berubah hanya dalam hitungan detik. Apakah berupa pandangan maupun tanggapan atas setiap pasal terkait nuklir dalam RUU EBET ini,” kata Markus.
Sebagai contoh, pasal 59 ayat 2 terkait partisipasi masyarakat. Yaitu pada butir a tentang pemberian masukan dalam penentuan arah kebijakan Energi Baru dan Terbarukan dan pada butir b tentang pengajuan keberatan terhadap pelaksanaan peraturan atau kebijakan Energi Baru dan Terbarukan.
“Ini kan bisa pro dan kontra. Jadi perlu diwaspadai. Saya himbau kepada para peneliti nuklir bersatu untuk menjadikan HIMNI sebagai organisasi yang didengar dan diperhitungkan dalam penentuan arah kebijakan. Jangan hanya diam. Suarakan kebenaran tentang nuklir. Jangan yang tidak mengerti saja yang sibuk, hingga akhirnya dianggap sebagai kebenaran,” tuturnya.
Ia menyampaikan peran sosialisasi tentang nuklir harus menjadi arus utama dalam menjaga program pengembangan nuklir sebagai sumber energi ini.
“Dari dulu hanya BATAN, yang melakukan. Tidak ada bantuan dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Sekarang BATAN sudah tidak ada, tinggal BRIN. Jadi harus ditunjuk lembaga untuk melakukan sosialisasi. Kalau HIMNI ditunjuk pemerintah, ya harus dilakukan dengan baik,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa