KERUSUHAN yang terjadi di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob sejak Selasa 8 Mei 2018 akhirnya berakhir pada Kamis 10 Mei 2018. Kerusuhan ini telah membuat 6 orang meninggal dunia, 5 dari anggota kepolisian dan 1 orang adalah tahanan kasus terorisme.
Terhadap peristiwa tersebut, Insitute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyampaikan turut berduka cita dan bela sungkawa terhadap para keluarga korban dalam kerusuhan tersebut.
ICJR juga menyampaikan apresiasi kepada Kepolisian Republik Indonesia yang telah menangani kerusuhan tersebut secara dingin dan mengedepankan profesionalisme, dan prinsip-prinsip hak asasi manusia.‎
Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jend. Tito Karnavian, menyebutkan bahwa salah satu masalah yang menyebabkan terjadinya kerusuhan tersebut adalah karena adanya kepadatan penghuni di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob.
Rutan yang idealnya diisi oleh 64 orang namun dihuni oleh 155 orang tahanan/narapidana kasus terorisme.
Sejak awal, Rutan Salemba Cabang Mako Brimob tidak didesain sebagai Rutan/Lapas untuk diisi tahanan/narapidana yang dalam kategori high risk.‎
ICJR memandang bahwa persoalan kepadatan penghuni (overcrowded) lapas dan rutan di Indonesia adalah persoalan akut yang tidak kunjung mendapatkan respon memadai dari pemerintah.
Kerusuhan yang terjadi di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob juga berpotensi terjadi di berbagai Rutan dan Lapas di Indonesia apabila pemerintah tidak segera merespon dengan baik dalam bentuk reformasi pemidanaan dan reformasi lapas dan rutan.
Alih-alih melakukan reformasi pemidanaan, ICJR memandang pemerintah terus menerus mengeluarkan tindak pidana baru dengan ancaman pidana penjara yang tinggi dalam kebijakan pemidanaan termasuk dalam R KUHP yang saat ini sedang dibahas antara pemerintah dan DPR.
ICJR juga mendorong agar pemerintah segera membangun dan memperbaiki fasilitas penahanan dan pemasyarakatan yang memadai khusus untuk tahanan dan narapidana yang berkategori high riskseperti tahanan dan narapidana kasus terorisme.
Terkait dengan kerusuhan yang terjadi di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob, ICJR meminta agar pemerintah membentuk tim penyelidik untuk melakukan evaluasi terhadap penyebab utama terjadinya kerusuhan yang menimbulkan korban jiwa tersebut.
Hasil-hasil tim penyelidik tersebut dapat menjadi pedoman bagi pemerintah untuk melakukan penanganan bagi tahanan dan narapidana yang berkategori high risk dan penanganan pengelolaan Rutan dan Lapas yang tidak langsung dibawah kendali Kementerian Hukum dan HAM di masa depan.
Hasil-hasil penyelidikan tersebut juga disampaikan kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas pemerintah terhadap apa yang terjadi di dalam Rutan Salemba Cabang Mako Brimob.
ICJR juga meminta, agar perisitiwa kerusuhan di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob ini tidak menjadi alasan bagi pemerintah dan DPR untuk mempercepat pembahasan RUU Terorisme.
Salah satu ganjalan dalam pembahasan RUU Terorisme adalah mengenai ketiadaan definisi Terorisme. ICJR meminta agar dalam pembahasan RUU Terorisme, defisini terorisme ditetapkan dengan hati-hati karena merupakan pintu masuk untuk mengatur materi muatan terkait tindak pidana terorisme.
Jika tidak, maka peluang penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan dalam penegakan hukum terorisme akan terbuka lebar.
Oleh Anggara, Direktur Eksekutif ICJR‎