KedaiPena.Com – Melemahnya nilai tukar rupiah hingga menembus angka Rp14.000 per dollar Amerika Serikat pada awal pekan ini mendapat tanggapan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Meskipun selalu disangkal oleh pemerintah, menurut Fadli, Indonesia saat ini sebenarnya sudah berada di tahap awal krisis, dan pemerintah telah gagal dalam menjaga stabilitas rupiah.
“Nilai tukar memiliki efek domino yang sangat besar dalam struktur perekonomian kita. Dalam periode Februari hingga Maret 2018 saja, misalnya, kita sudah menghabiskan sekitar US$2 miliar devisa untuk menyelamatkan rupiah. Itupun ternyata tak sanggup mencegah rupiah jatuh ke angka Rp.14.000 per dollar,” ujar Fadli di Jakarta, Kamis (10/5/2018).
Fadli menuturkan, dalam catatannya selama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, mulai dari kuartal empat 2014 hingga kini, rupiah sudah terdepresiasi sebesar 13 persen. Kemungkinannya akan terus untuk mengalami tren penurunan.
Kondisi ini jauh sekali dari apa yang dulu pernah dijanjikan pada 2014. Sebagai catatan, nilai tukar rupiah saat ini 38 persen lebih rendah dari janji kampanye dulu.
“Ini menunjukkan perhitungan pemerintahan sekarang jauh dari realistis. Dan pemerintah gagal menjaga rupiah kita,” imbuh Fadli.
“Itu sebabnya pemerintah harus bersikap transparan mengenai risiko yang tengah kita hadapi. Sikap itu diperlukan agar kita bisa mengambil langkah tepat mengantisipasi terjadinya krisis ekonomi yang lebih dalam,” tambah Fadli.
Fadli pun meminta, agar pemerintah tidak berdalih soal indikator makroekonomi Indonesia saat cukup baik. Dengan modal argumen bahwa indikator perekonomian negara-negara lain, saat ini jauh lebih buruk dari Indonesia.
“Ini bukan soal apakah kondisi kita lebih baik atau lebih buruk dibanding negara lain, tapi soal apakah pemerintah telah mengantisipasi terjadinya krisis atau tidak? Jika kondisi negara lain lebih buruk, bukan berarti kita baik-baik saja,” beber Fadli.
“Risiko di depan mata yang kita hadapi, misalnya, terkait dengan utang, karena sekitar 41 persen utang kita ada dalam denominasi mata uang asing. Artinya, perubahan kurs rupiah atas mata uang bersangkutan akan mempengaruhi posisi utang kita secara keseluruhan,” pungkas Waketum Gerindra ini.
Laporan: Muhammad Hafidh