KedaiPena.com – Tren pelemahan nilai tukar rupiah terpantau pada perdagangan pasar spot Kamis (19/10/2023). Tercatat, nilai tukar rupiah telah melewati level Rp 15.800 per dollar AS.
Melansir data Bloomberg, nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,43 persen ke level Rp 15.798 per dollar AS dan terpantau terus melemah pada pukul 09.56 WIB, dumana rupiah terdepresiasi 0,70 persen ke level Rp 15.840 per dollar AS. Pada akhir perdagangan, nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp15.815 per USD atau turun sebanyak 85 poin atau setara 0,54 persen dari posisi Rp15.730 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Managing Director PEPS, Anthony Budiawan menyatakan pelemahan rupiah ini harus direspon oleh Bank Indonesia, agar tak menimbulkan chaos.
“Kurs rupiah anjlok begitu cepat. BI harus segera masuk pasar: intervensi. Jangan sampai masyarakat curiga BI sudah tidak mampu lagi. Bisa picu panik. Kalau rupiah sampai turun menjadi Rp16.000 per dolar AS, pasar bisa chaos. Semua keperluan dolar di masa depan diborong sekarang, ” cuit Anthony dalam akun X miliknya, dikutip Jumat (20/10/2023).
Pelemahan rupiah ini disikapi oleh Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga acuan atau BI-7 Day Repo Rate (BI7DRR) 25 basis poin ke level 6,00 persen, jelang penutupan perdagangan. Walaupun, terlihat kurs rupiah masih tetap bertahan di seputar Rp15.800 per USD.
Kenaikan suku bunga ini merupakan yang pertama kali sejak BI menaikkan suku bunga ke level 5,75 persen pada Januari 2023 dan mempertahankan di level tersebut hingga September 2023.
Mengacu pada keputusan tersebut, suku bunga Deposit Facility juga naik menjadi 5,25 persen dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75 persen.
“Kurs rupiah anjlok, cadangan devisa merosot dari USD144,2 miliar (04/23) menjadi USD134,9 miliar (09/23). Intervensi tidak efektif. BI akhirnya “menyerah” juga: suku bunga BI naik menjadi 6 persen. Tapi pasar belum tenang. Yang pasti, korporasi was-was!” tulis Anthony lebih lanjut, masih di akun X miliknya.
Dalam kesempatan terpisah, Ekonom CELIOS, Bhima Yudhistira memperkirakan nilai tukar rupiah sangat mungkin menembus angka Rp16.000 sampai dengan angka Rp16.100.
Ia menjelaskan meskipun Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga 25 basis poin, tapi belum mampu menutup celah antara imbal hasil surat utang AS dengan imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia atau SBN.
“Sehingga gap itu karena masih sempit membuat investor asing mencari instrumen lainnya terutama yang berbasis dolar,” kata Bhima.
Ia menyatakan tekanan juga berasal dari defisit migas karena harga minyak naik yang kemudian memaksa Indonesia untuk mengimpor minyak dengan biaya impor yang lebih mahal. Ditambah kebutuhan impor pangan terutama beras sedang tinggi dan membuat biaya impor yang mahal akhirnya membutuhkan valas yang besar.
“Dan ini adalah konsekuensi yang cukup buruk karena rupiahnya bisa melemah dari sisi besarnya kebutuhan impor pangan,” ucapnya.
Selain itu, ekonomi China sedang mengalami tekanan, bahkan pertumbuhan ekonomi China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia di 2024 pertumbuhannya hanya kisaran 4,6 persen, atau lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Situasi itu membuat kinerja ekspor akan tertekan dan devisa dari ekspor semakin lama akan semakin terbatas.
“Cadangan devisa mulai menurun, sehingga mau nggak mau kalau Bank Indonesia tidak menaikkan suku bunga secara signifikan misalnya 50 basis poin, maka rupiahnya akan terus mengalami pelemahan yang cukup dalam sampai akhir tahun,” ucapnya lagi.
Apalagi kalau melihat kebutuhan impor barang-barang dan kebutuhan valas untuk pembayaran kewajiban pokok dan bunga utang pemerintah dan swasta di akhir tahun ini.
“Ini membuat rupiah semakin tertekan,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa