KedaiPena.Com – Pembakaran rumah Murdani, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB( pada 28 Januari 2019, sekitar Pukul 03.00 WITA merupakan bentuk nyata kegagalan negara memberikan jaminan dan perlindungan kepada pejuang lingkungan hidup.
Peristiwa ini patut diduga terencana dan ditujukan untuk membunuh Murdani dan keluarganya. Hal ini dapat diketahui dari hasil investigasi yang mencatat bahwa ada empat titik pembakaran, yang dua diantaranya merupakan akses penting untuk keluar masuk rumah, yaitu di pintu utama dan pintu dapur.
Demikian disampaikan Ditektur Kawal Lingkungan Hidup (Kawali), Puput TD Putra dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, Senin (11/2/2019).
“Temuan dua titik ini memperkuat dugaan, agar Murdani dan keluarganya tidak mempunyai akses keluar rumah,” kata Puput, sapaannya.
Sedangkan dua kobaran api lainnya, lanjut dia, ditemukan di depan mobil avanza dan di bagian depan mobil dum truk di halaman rumahnya. Kejadian ini diduga dilakukan secara terencana oleh orang yang terlatih, karena ditemukan topi yang menutup CCTV yang berada di bagian luar pintu dapur.
“Kejadian pembakaran rumah yang di bertujuan menghilangkan nyawa Murdani dan keluarganya patut diduga berelasi dengan perlawanan dan kritik Walhi NTB terhadap aktivitas indutri pertambangan pasir dan pembangunan yang abai terhadap kondisi lingkungan hidup di Provinsi tersebut,” sambung dia.
Dugaan ini semakin kuat, karena sejak 2016, Murdani telah beberapa kali mencapat ancaman pembunuhan. Terhadap ancaman tersebut, ia sudah melaporkannya kepada Polda NTB, namun tidak ada tindakan dan penanganan yang serius oleh Polda NTB. Seharusnya Polda NTB memberikan perlindungan khusus kepada Murdani pasca ancaman yang dialaminya.
Kejadian pembakaran rumah dan upaya pembunuhan terhadap Murdani bukan kejadian pertama yang dialami oleh oejuang lingkungan hidup, berbagai tindak kekerasan, intimidasi, ancaman bahkan kehilangan nyawa sekalipun sudah menjadi cerita panjang dalam perjuangan menolak aktivitas industri ekstraktif, perampasan tanah rakyat dan pembelaan terhadap isu kemanusiaan lainnya.
“Sayangnya, berbagai peristiwa ini tidak tidak mendapat respon negara secara serius, seperti kasus Salim Kancil yang hanya dituntaskan pada pelaku dan perencana lapangan, namun tidak menyasar pada penikmat-penikmat kekayaan dari aktivitas pengrusakan alam yang sekalipun dilakukan secara illegal,” lanjutnya.
Dua puluh tahun usia Deklarasi Pembela HAM dan jelang 10 tahun usia Pasal 66 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) tidak membuat negara mengubah haluan kebijakannya. Negara tetap menjadi pelayan investasi dan membiarkan rakyat tidak aman tanpa perlindungan dan kebijakan yang jelas mengenai pelaksanaan ketentuan perlindungan yang diamanatkan UU PPLH.
Puput mengutuk keras aksi tersebut dan secara tegas menuntut Negara dalam hal ini Presiden untuk menjadikan peristiwa ini sebagai kekerasan terakhir kepada pejuang lingkungan hidup dan pembela HAM lainnya.
Merujuk pada informasi dan temuan di atas, kami mengecam peristiwa pembakaran rumah sekaligus upaya pembunuhan terhadap Murdani, Direktur WALHI NTB,” seru dia.
Selanjutnya, Kawali menuntut kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) khususnya Kapolda NTB untuk segera mengusut, menangkap dan mengungkap motif kejadian pembakaran yang patut diduga direncanakan untuk membunuh Murdani dan keluarganya.
“Polri dan pihak terkait untuk segera melakukan tindakan perlindungan dan pemulihan atas kerugian materil dan psikis yang dialami Murdani, keluarganya serta Walhi NTB dari berbagai upaya tindak kekerasan,” kata dia lagi.
Puput menambahkan, Presiden harus segera menerbitkan peraturan dan kebijakan khusus yang memberikan jaminan dan perlindungan kepada pejuang lingkungan hidup dan pembela HAM lainnya.
“Presiden juga harus menghentikan proses penerbitan izin serta meninjau ulang izin-izin industri ekstraktif yang mengancam keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan hidup,” tandasnya.
Laporan: Ranny Supusepa