KedaiPena.Com – Siapapun calon presiden yang nantinya terpilih di pemilihan umum 17 April 2019 harus memprioritaskan jaminan sosial warga negara. Hal tersebut penting diperhatikan sebagai salah satu upaya pembenahan serius sistem jaminan sosial warga negara yang dinilai masih tak cukup baik saat ini.
Demikian disampaikan begawan ekonomi Rizal Ramli di bilangan Kotabaru, Yogyakarta, Jumat (1/3/2019) sore.
“Sistem jaminan sosial yang dikelola BPJS berada dalam posisi tak cukup baik. Tunggakkan pembayaran yang masih terjadi dinilainya sebagai indikator ketidakberhasilan pelayanan jaminan sosial untuk masyarakat Indonesia,” kata Rizal.
Iuran kita masih sangat kecil termasuk dari swasta yang hanya dua kali lipat dibandingkan iuran buruhnya. Padahal di negara seperti Singapura, perusahaan sudah melakukan iuran untuk jaminan sosial tujuh kali lipat dibandingkan dengan pekerjanya. Seharusnya di Indonesia diterapkan demikian sehingga tak lagi ada tunggakan pembayaran karena iurannya aman.
Di mata Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini, pemerintah cenderung menggunakan strategi tensoplas untuk mengatasi permasalahan BPJS. Pendekatan tersebut menurut dia tak bisa menyelesaikan permasalahan secara kompleks dan hanya parsial saja.
“Kalau masalah di sini dipasang tensoplas, masalah di sana dipasang lagi, tidak betul-betul komprehensif. Pemerintah mestinya bisa top up modal lebih kuat minimal Rp 20-30 triliun. Kemudian diubah undang-undang teemasuk kontribusi pihak swasta. Iuran juga berbeda, kalau buruh atau orang tak ada pekerjaan, iuran rendah sekali kalau perlu digratiskan,” tandasnya.
Saat disinggung mengenai keuangan negara untuk membantu pembenahan jaminan sosial masyarakat, Rizal menjelaskan bawasanya masih minimnya anggaran tak lantas menjadi alasan bagi pemerintah. Ia mencontohkan negara-negara seperti Amerika, Jerman dan Singapura yang serius membenahi sistem jaminan sosial bahkan saat keuangan negara mengalami resesi atau kemerosotan.
“Singapura misalnya, ketika keuangan sedang baik maka iuran dinaikkan kalau sedang resesi maka diturunkan. Ini strategi untuk itu. Kemudian Jerman buat security sosial system tahun 1960 saat keuangannya tak baik karena takut jika buruh tak dapat fasilitas kesehatan dan lainnya maka gabung dengan parpol. Ini harus diterapkan serius di Indonesia,” ungkapnya lagi.
Laporan: Ranny Supusepa