KedaiPena.com – Memotong subsidi, dinyatakan hanya langkah recehan pemerintah. Harusnya, pemerintah mampu berpikir out of the box untuk meningkatkan efiensi perusahaan BUMN dan mengurangi beban utang. Bukan hanya think as usual dan konservatif.
Di awal paparan, Begawan Ekonomi, Rizal Ramli memuji kajian yang dilakukan oleh pihak Tim Kajian Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia.
“Kajiannya bagus. Memang begitulah seorang ekonom memandang. Semua ekonomis pasti begitu, pendalaman data, pendalaman angka. Tapi, maaf, its not enough. Harus lah berfikir out of the box,” kata Rizal dalam Diskusi Taman Makara, Rabu (14/9/2022).
Ia menyampaikan ia diundang oleh IMF, saat Indonesia krisis ekonomi tahun 1998. Saat itu, pihak IMF menyatakan akan membujuk Presiden Soeharto untuk menaikkan harga BBM, karena anggaran bolong besar sekali, akibat BLBI.
“Cara paling gampang saat itu adalah menaikkan harga BBM. Saat dia menanyakan pendapat saya, saya bilang saya dididik sebagai ekonom dan saya bilang jangan dilakukan. Karena suasana sudah panas. Waktu itu tanggapan IMF adalah saya berlebih-lebihan. IMF minta saya tenang, karena tidak ada apa-apa,” paparnya.
Rizal menyampaikan saat itu, dengan agak marah menjawab IMF, tidak mau berargumentasi. Yang penting, tekan Rizal, saat itu menaikkan BBM tidak boleh dilakukan.
“Akhirnya tetap naik, BBM 72 persen dan Minyak Tanah 44 persen. Sontak memicu rangkaian demonstrasi, yang masing-masing hanya berselang seminggu. Mulai dari Makassar, Medan, Solo, Jakarta dan Pak Harto jatuh dalam waktu 21 hari. Ini lah alasan saya untuk tidak sembarangan menaikkan harga BBM,” paparnya lagi.
Menaikkan BBM, ungkapnya, memang suatu hal yang biasa tapi harus dilakukan dengan sangat hati-hati terkait besarannya.
“Kalau pendapatan warga kita seperti di Singapura atau Korea, naik berapa saja tidak masalah. Daya beli mereka cukup. Kalau di Indonesia, naik terlalu tinggi ya masalah,” kata Rizal.
Ia menceritakan juga tentang seorang ibu yang datang kepadanya dan bercerita tentang suaminya yang bergaji UMR tapi hampir tiap hari makannya mie instan.
“Kalau BBM Naik, pilihan mereka hanya dua. Mengurangi pemakaian motor atau mengurangi jumlah mie instan yang dimakan. Hal begini yang membuat saya sebal dengan analis yang menyatakan subsidi itu hanya bakar-bakar uang,” ujarnya.
Rizal menekankan, yang membakar uang itu adalah pembayaran pokok utang dan pembayaran bunga utang.
“Cicilan pokoknya setahun Rp405 triliun, bunganya Rp185 triliun. Ini yang bakar uang paling banyak. Indonesia pinjam bunganya 6,5 persen. Negara lain yang ratingnya di bawah Kita, hanya 4 persen. Jadi kalau menghemat benar, renegotiate utang. Hemat Rp200 triliun setahun. Dan ini bukan dongeng. Kita pernah lakukan,” ujarnya lagi dengan tegas.
Ia menceritakan, pernah memindahkan utang ke Kuwait. Dan karena pemerintah Kuwait menghargai apa yang dilakukannya, akhirnya dibangun lah fly over Pasoepati Bandung sebagai ucapan terima kasih.
“Atau contoh lainnya, saat dengan Jerman. Mereka sering menyebutkan Indonesia sebagai perusak paru-paru dunia. Saya, sebagai Menko waktu itu, undang Menteri Keuangan-nya. Saya sediakan 300 ribu hektar di hutan Kalimantan, hanya untuk kepentingan konservasi tapi mereka harus potong hutang Indonesia 600 juta Dollar. Istilah kerennya, Debt to Nature Swap. Berhasil. Bisa kok,” kata Rizal.
Kalau ini dilakukan, tegas Rizal, tak perlu lagi meributkan subsidi recehan. Dan, selanjutnya pemerintah dorong efisiensi PLN dan Pertamina.
“Kan sangat tidak efisien itu. Dulu, PLN tidak masalah karena bisa beli batu bara 60 Dollar per ton, bukan international price. Kalau sekarang, sama saja dengan subsidi para pengusaha batu bara. Pertamina juga sama. Seluruh BUMN rata-rata sangat tidak efisien. Ganti aja Komisaris sama Direksi-nya, bisa kok dapat penghematan 10 persen. Paling tidak Rp100 triliun,” tuturnya.
Hal ini dibuktikan saat RR menjadi Preskom Semen Gresik Group. Saat dilantik, ia undang semua anak perusahaan, komisaris dan Direksi.
“Saya banyak ditawarkan jadi presiden komisaris. Tapi saya pilih Semen Gresik karena banyak underlying value-nya. Saat sambutan saya sampaikan, jika dalam dua tahun tidak ada perbaikan kinerja, saya akan rekomendasikan semua komisaris dan direksi dipecat. Atau saya akan mengundurkan diri. Jangan ada KKN dan tidak ada lagi produksi hanya 200 hari per tahun. Hasilnya apa, dua tahun saya menjabat, keuntungan dari Rp800 miliar per tahun menjadi Rp3,2 triliun,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa