KedaiPena.com – Munculnya Omnibus Law awalnya merupakan langkah untuk mempermudah para pengusaha dalam menjalankan usahanya, terutama para pengusaha kecil. Tapi, hasilnya, sangat jauh dari wacana awal.
Pengamat Ekonomi dan Politik, DR. Rizal Ramli menyatakan setiap komponen bangsa harus berani memperjuangkan kebenaran di tengah rezim kebatilan. Salah satunya adalah terkait Omnibus Law – UU Cipta Kerja dan Perppu Cipta Kerja
“Karena UU Omnibus Law sendiri sudah cacat sejak lahir. Narasi munculnya Undang-undang ini adalah untuk mempermudah para pelaku ekonomi kecil di Indonesia. Agar mereka tak terlalu direpotkan oleh aturan dan birokrasi yang terlalu banyak, yang kerjanya hanya cawe-cawe menunggu sogokan,” kata RR dalam diskusi publik, Senin (9/1/2023).
Tapi, sangat disayangkan, hasil yang muncul adalah undang-undang yang dimuat dalam 1.000 halaman, ditambah 500 halaman penjelasan tambahan.
“Masuk akal gak? Mau menyederhanakan, mau mempermudah tapi undang-undangnya seribu halaman. Yang ada pengusaha, apalagi pengusaha kecil, makin ribet dengan pasal-pasal yang ada,” tuturnya.
Jadi, tegas Rizal Ramli, tujuan untuk mengurangi pembiayaan usaha bagi para pelaku bisnis, tak akan pernah bisa tercapai.
“Pengusaha datang ke pejabat, untuk mengurus sesuatu. Pejabat bilang, oh ini tidak bisa karena pasal ini, pasal itu. Pengusaha mengerti. Ini kode. Jadi disogoklah. Akhirnya, omnibus law ini menjadi peluang bagi pejabat untuk memalak pengusaha, terutama pengusaha kecil. Apalagi, memang ada adagium di pejabat, kalau bisa dibikin sulit, kenapa dibikin mudah,” tuturnya lagi.
Isi dari undang-undang tersebut, lanjut RR, malah terlihat sangat tidak berpihak pada para buruh.
“Misalnya Outsourcing bisa selamanya. Ini kan sadis. Gajinya bisa ditekan murah, tidak perlu naik gaji tiap tahun, dan tidak perlu dibayar jaminan sosialnya. Dampaknya, saya bilang, sangat anti Pancasila,” kata RR.
Lalu setelah Perppu Terbit, kemudian Pemerintah menyatakan, yang tak puas dengan Perppu bisa mengajukan ke Mahkamah Konstitusi.
“Ini negara sirkus atau negara hukum. Hakim MK itu memiliki hubungan dengan Presiden. Ini tidak pernah ditemui negara yang menjunjung tinggi hukum. Sudah aturannya, kalau punya konflik kepentingan, maka hakim tersebut harus mundur. Karena Hakim bisa saja membela kepentingan presiden,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa