KedaiPena.Com – Kebijakan makro ekonomi super ketat yang digalakan oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) Jusuf Kalla selama 4 tahun terakhir tidak akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dari saat ini.
Lebih dari itu pertumbuhan ekonomi diprediksi akan merosot jauh dari target awal yakni 7 persen.
Demikian disampaikan oleh Begawan Ekonomi Rizal Ramli saat memberikan pandangnya terkait dengan 4 tahunya berjalan roda pemerintahan Jokowi-JK.
“Dengan bentuk pengetatan anggaran dan uber pajak pasti ekonomi kita akan stagnan di angka 5 persen. Model pengetatan ekonomi ini gagal puluhan kali di Amerika latin dan 3 kali di Yunani,” ujar Rizal Ramli dalam sebuah acara di Jakarta, belum lama ini.
RR sapaan khas Rizal Ramli menilai tiap kali kebijakan pengetatan anggaran dilakakuan memang ada anggaran uang untuk kreditor. Namun tanpa disadari hal tersebut malah membuat negara tersebut makin miskin.
“Akhirnya harga aset dan saham di Yunani Jatuh. Barulah pengusaha China beli laham dan villa disitu,” beber RR.
RR menilai dengan program ekonomi seperti ini hanya akan membuat ekonomi ‘nyungsep’ dan membuat harga asset turun.
“Buntutnya seperti Yunani, akan membuat harga asset turun dan membuat orang asing dengan murah membeli asset tersebut,” papar RR.
RR menyarankan sedianya cara-cara seperti ini dapat ditinggalkan oleh pemerintahan Jokowi-JK. Sebaliknya dengan kondisi seperti ini rezim seharusnya dapat memberikan stimulus ekonomi.
“Seperti di Amerika dan negara-negara besar lainya ketika mengalami masalahnya misalnya kalau ekonomi lagi bermasalah ekonomi melambat. Pajak dilonggarkan dan kemudian diberikan stimulus fiskal kredit sehingga ekonominya pulih lebih cepat nanti baru diuber pajaknya,” ujar RR.
“Rumus yang dipakai. Di Indonesia kebalik. Kalau begini terus sampai 2019 angka pertumbuhan ekonomi bisa merosot di bawah 5 karena berbagai indikator makro negatifnya akan besar,” tandas RR.
Beberapa waktu lalu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, hingga akhir tahun, pertumbuhan ekonomi akan berada pada kisaran 5 sampai 5,4 persen. Namun, kecenderungannya akan berada di bawah batas titik tengah 5,2 persen.
Pihaknya mengatakan, meski berada di bawah batas tengah perkiraan hingga akhir tahun, bukan berarti pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kondisi yang buruk.
“Kami sampaikan, bukan berarti pertumbuhan ekonomi kita jelek,” ujar Perry ketika memberi keterangan kepada awak media di kantornya, Jumat (26/10/2018).
Laporan: Muhammad Hafidh