KedaiPena.Com – Kebohongan pribadi korbannya adalah orang per orang. Sementara kebohongan publik korbannya adalah rakyat atau masyarakat.
Demikian disampaikan tokoh nasional Rizal Ramli terkait janji-janji yang kerap dilontarkan capres pada masa kampanye.
Ia kemudian mengambil contoh, pada kampanye Pilpres 2014, Joko Widodo verjanji akan stop impor, ternyata malah lmpor jor-joran saat panen.
“Akibatnya rakyat petani dirugikan,” tegas RR, sapaannya di rumahnya, Jalan Bangka, Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (16/2/2019).
Kemudian, lanjut Rizal, Jokowi juga berjanji akan membangun industri mobil nasional Esemka. Tapi ternyata tidak jadi. Akibatnya harapan dan kebanggaan publik hancur.
Rizal menambahkan, Jokowi lalu berjanji dalam visi-misinya akan menolak utang baru, mengurangi utang luar negeri. Ternyata malah sebaliknya. Utang Iuar negeri tahun 2014 dari Rp 3.560 triliun saat ini bertambah menjadi Rp 5.275 triliun.
“Dan kebohongan-kebohongan Iainnya yang dapat diperiksa sendiri di jejak digital,” kata eks penasehat ekonomi PBB ini.
Jika pemimpin memiliki sejarah dan warna kebohongan, yang bersangkutan tidak lagi memiliki kredibilitas untuk membuat janji-janji baru.
“Janji-janji baru untuk kedaulatan pangan dan kedaulatan keuangan tidak akan kredibel, karena pemimpin yang sudah sangat sering berbohong tidak layak untuk membuat janji baru,” Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini menambahkan.
Indonesia adalah negara yang besar, memerlukan pemimpin yang jujur dan berintegritas. Kata-kata adalah ungkapan karakter, doa, dan harapan.
“Sulit bagi pemimpin yang tidak jujur untuk dapat dihormati di dalam maupun luar negeri,” tandas RR.
Laporan: Muhammad Hafidh