KedaiPena.Com – Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang tarif cukai kantong plastik kresek ke semua jenis tanpa membuat naskah kajian secara profesional dan benar mendapat kritik dari Koalisi Pemantau Kantong Plastik Indonesia (KPKPI).
Koalisi ini terdiri dari barbagai NGO/LSM seperti Koalisi Persampahan Nasional (KAPnas), BIO TANI, KAUKUS LHK Jakarta, KAWALI , WALHI Jakarta, Gerakan Untuk Lingkungan (Gunting) dan Laskar Merah Putih (LMP).
Ketua KPKPI Puput TD Putra mengatakan, tujuan dari cukai ini sebenarnya baik dan perlu didukung. Tetapi dalam penerapan cukai ini, juga harus memperhatikan semua elemen secara holistik untuk memastikan kesuksesannya dan kesinambungannya.
“Seringkali kebijakan yang bertujuan baik, jika tidak memperhitungkan aspek kelembagaan, aspek perlindungan konsumen, aspek pengembangan industri, aspek lingkungan dan aspek lainnya, dapat menyebabkan ekses negatif yang buruk,” kata dia kepada KedaiPena.Com, Senin (23/4/2018).
Terlebih lagi jika efeknya seperti bumerang terhadap pengambil kebijakan. Jadi, perlu adanya kebijakan yang objektif dan untuk kebaikan masyarakat luas dan lingkungan yang baik dan berkelanjutan, tidak sempit terhadap kepentingan tertentu.
“Seharusnya pemerintah menerapkan cukai pada kantong plastik yang sudah ber-SNI dan berkualitas ramah lingkungan,” lanjut dia.
Dalam kajian KPKPI, Putra, sapaannya menduga kuat dugaan kebijakan ini bagian akal-akalan kepentingan kebijakan untuk memenuhi kepentingan hasrat pasar Eropa untuk masuk ke wilayah bisnis plastik berbahan baku singkong atau jagung.
“Dalam pandangan kami, hal ini belum bisa diterapkan untuk digunakan di dalam negeri, dikarenakan mahalnya ‘cost’ produksinya dan pengguna plastik terbanyak di indonesia masih di level kalangan menengah ke bawah,” putra melanjutkan.
Di tambah lagi dengan karakteristik tempat pembuangan sampah di Indonesia yang berbeda dengan tata kelola pengolahan sampah di negeri Eropa, asal produk plastik berbahan dasar jagung atau singkong ini.
“Padahal untuk kantong plastik ramah lingkungan sudah diterbitkan Ekolabel Tipe 1 SNI dan Tipe 2 Swadeklarasi Kantong Ramah Lingkungan oleh Pustanlinghut KLHK sendiri. Dan juga SNI 7188.7-2016 Kategori Produk Tas Belanja Plastik dan Bioplastik mudah terurai,” papar Putra.
“Di dalamnya sudah ada pilihan-pilihan teknologi ramah lingkungan baik Bioplastik maupun Oxoium (Oxo) yang memenuhi uji standar test internasional. Mengapa pengecualian cukai ini tidak mengacu ke SNI tersebut yang sudah dibuat oleh KLHK sendiri, sehingga tidak seakan-akan setiap kementerian mendefinisikan apa yang ramah lingkungan dan apa yang tidak,” dia menjelaskan.
Sehingga, lanjut Putra, hal ini menjadi konflik informasi di masyarakat dan multitafsir kepentingan. Ironis juga kalau produk yang sudah ber-SNI seperti kantong belanja ramah lingkungan dikenakan cukai. Kredibilitas pemerintah yang dipertaruhkan dalam hal ini
“Isi dalam RPP tersebut juga mengindikasikan adanya ketidaklengkapan informasi yang didapat para pembuat kebijakan dan lebih buruknya dapat diinterprestasikan sebagai titipan kebijakan untuk beberapa kalangan tertentu.
Dalam pembuatan kebijakan, aspek keadilan dan objektivitas perlu diterapkan sehingga menjadi win-win solution untuk semua pihak yang terkait, baik masyarakat, pemerintah, maupun kalangan industri atau pengusaha demi keberlangsungan lingkungan hidup yang berkeadilan dan lestari berkelanjutan,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas