KedaiPena.Com – Saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) seperti dikerangkeng dan terbelenggu oleh beberapa kelompok atau orang yang memiliki kepentingan.
Dapat diibaratkan badannya itu ada di Jalan Merdeka Barat, dan otaknya ada di Istana serta kakinya rantai di Senayan atau DPR.
Demikian disampaikan pengamat politik Rocky Gerung dalam diskusi daring yang bertema Ambang Batas Pilpres 20 Persen dan Ancaman Demokrasi, Jumat (5/6/2020).
“MK seharusnya dapat menjadi lembaga penegak demokrasi. Hak demokrasi tidak dapat dibatasi oleh politik MK,” ucap Rocky Gerung.
Tidak hanya itu, Rocky mengatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan MK dapat dikatakan hampir sama dan berdekatan.
“KPU dan MK itu sebelas dua belas, karena tugas KPU bukan hanya melakukan dan menyelenggarakan pemilu, seharusnya dapat mengaktifkan etika demokrasi,” katanya
Selain itu, Rocky pun menanggapi konsep ‘new normal‘ Covid-19, yang dapat dimasukan dalam sistem demokrasi.
“‘New normal’ harus dimasukan dalam sistem demokrasi, yang dimana MK dapat membebaskan diri dari beberapa cengkeraman,” tutupnya.
Sebelumnya Pakar hukum tata negara UGM, Zainal Arifin Mochtar mengaku akan melakukan pengajuan gugatan kembali kepada MK.
Ia menganggap bahwa adanya ‘presidential treshold’ (PT) yang dinilai dapat membatasi ruang-ruang demokrasi, dalam hal ini pencalonan presiden.
“Kita akan uji kembali lagi ke MK,” ucap Zainal.
Pada 11 Januari 2018, MK menolak gugatan Ketua Umum Partai Idaman, Rhoma Irama terkait ambang batas presiden atau ‘presidential threshold’ sebesar 20 persen.
Alasannya, anggapan pemohon menuding penetapan ‘presidential threshold’ merupakan upaya tarik-menarik politik, adalah sesuatu yang tidak bisa dinilai secara hukum.
MK juga menilai bahwa penetapan ‘presidential threshold‘ sudah sesuai dengan proses hukum antarlembaga pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.
Laporan: Muhammad Lutfi