KedaiPena.Com- Politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaen menilai, pasal-pasal yang terdapat dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru, lebih kejam dari versi peninggalan zaman penjajah Belanda.
“KUHP itu kan peninggalan penjajah Belanda, masa kita lebih kejam dari penjajah merevisi KUHP menjadi sangat agresif,” ujar Ferdinand dalam perbincangan dengan KedaiPena.Com, Jumat, (20/9/2019).
Ferdinand menjelaskan, secara umum pasal-pasal baru dalam RKUHP memang sangat kontroversial. Pasal tersebut, bukan hanya tentang pasal penghinaan presiden.
“Banyak pasal lain seperti sosialisasi atau sex education, hewan ternak dan lain-lain. Saya secara pribadi agak aneh dan heran mengapa ada pemikiran- pemikiran kontroversial seperti itu lahir ditengah jaman yang serba terbuka ini,” ungkap Ferdinand.
Terkait dengan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP, Ferdinand memandang, wajar jika memang dimasukkan. Meskipun, harus jelas kalimat hukumnya tentang batasan- batasan mana yang masuk kategori penghinaan.
Ferdinand menegaskan, pasal soal penghinaan presiden juga harus dibuat secara jelas terang-benderang dan tidak multi tafsir, apalagi menjadi pasal karet.
“Definisi penghinaan presiden itu harus dibuat, misalnya membuat karikatur presiden seperti cover majalah Tempo kemarin, mengedit foto presiden, mengucapkan kata kasar kepada presiden, dan lain lain yang batasannya harus jelas dan tidak boleh multi tafsir,” ujar eks Relawan Jokowi di 2014 ini
Ferdinand menegaskan, harus dibuatnya pasal-pasal penghinaan presiden secara jelas terang benderang dan tidak boleh multi tafsir agar tidak menghilangkan kesempatan masyarakat untuk mengkritik.
“Misalnya ada pihaknya menyebut presiden bodoh, tidak becus, malas, karena salah kebijakan, lantas dipidana, itu tidak boleh karena akan menghilangkan kesempatan orang untuk mengkritik. Pasal penghinaan boleh masuk RKUHP tapi batasan dan defenisi penghinaan itu harus jelas, terang benderang, tidak multi tafsir dan tidak karet,” papar Ferdinand.
Dengan demikian, Ferdinand secara pribadi meminta, agar DPR dapat menunda pengesahan RKUHP. DPR diminta tidak buru- buru jika subtansi revisinya demikian.
“Jadi saya secara pribadi memohon kepada DPR agar RKUHP itu tidak buru- buru disahkan bila substansi revisinya seperti itu,” pungkas Ferdinand.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tinggal selangkah lagi disahkan menjadi undang-undang.
Pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja) RKUHP Komisi III telah selesai dan DPR bersama pemerintah sepakat melanjutkan ke tingkat selanjutnya yakni rapat paripurna.
Demo Hingga Surati Presiden Jokowi Tolak RKUHP
Sejumlah pihak turut menolak disahkanya RKUHP, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), misalnya akan melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan RKUHP yang telah disepakati pemerintah dan DPR.
Wakil Ketua Komnas HAM Bidang eksternal, Sandrayati Moniaga, mengatakan akan mengirimkan surat ke Presiden Jokowi untuk menunda RKUHP ini karena masih ada pasal-pasal yang bermasalah dan justru semakin tidak demokratis.
“Lebih bijak ditunda,” ujar dia.
Dia berharap Presiden Jokowi tidak segera menandatangani RKUHP tersebut. Dengan demikian, masih ada waktu untuk memperbaiki sejumlah pasal yang bermasalah seperti pasal penghinaan terhadap kepala negara yang dapat berujung pada hukuman pidana.
Menurut dia, aturan tersebut bertolak belakang dengan keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) yang telah mencabut pasal penghinaan presiden.
Sementara itu, Kepala Departemen Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia Elang M Lazuardi mengakui terdapat sejumlah pasal-pasal di RKUHP masih bermasalah.
Hal tersebut disampaikan saat ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Jakarta dan Bandung menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Kamis, (19/9/2019), menolak Rancangan Undang-undang KUHP (RKUHP) dan UU KPK.
Menurut Elang, pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi berbagai kalangan masyarakat seperti buruh dan pers.
Oleh karena itu, Elang menyampaikan, mahasiswa meminta pemerintah dan DPR mencabut pasal-pasal yang bermasalah tersebut dari RKUHP.
“Saya rasa RKUHP akan menjadi akhir dari demokrasi Indonesia. Lengkap sudah lewat RKUHP, UU korupsi, UU sumber daya alam dan lainnya. Amanat reformasi sudah dibajak di sini, dikorupsi habis semua,” jelas Elang terpisah.
Laporan: Muhammad Hafidh