KedaiPena.Com – Kabinet Joko Widodo-Ma’ruf Amin belum 100 hari. Tapi tidak ada ‘honeymoon‘. Sebab, dari minggu pertama ada banyak kekacauan.
Demikian disampaikan Tokoh Nasional Rizal Ramli di Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ciputat, Sabtu (9/11/2019).
“Karena Pemerintah sibuk dengan radikalisme radikulisme dan radikolisme (3R). Ini mungkin mengalihkan perhatian dari isu lain,” kata dia.
“Isu 3R itu buat becandain pemerintah. Kita harus tegaskan bahwa umat Islam gak radikal,” sambungnya.
Walaupun akhirnya Jokowi bilang, bukan soal radikalisme, tapi manipulator agama, imbuh RR, harusnya ditambah lengkap dengan manipulator pancasila. Intinya, jangan memojokkan agama.
Ia pun menceritakan, bahwa isu radikalisme kerap dijadikan alat pemerintah untuk ‘membunuh’ lawan politiknya. Rizal mengambil cerita ketika dipenjara semasa mahasiswa, saat dia membuat ‘Buku Putih Mahasiswa’.
“Pada tahun 1977, saat saya dipenjara di Sukamiskin, saya satu sel sama anak almarhum Kertosuwiryo (DI/TII),” cerita RR
“Saya lupa namanya, tapi yang pasti dia lulus SD saja gak. Tapi tiap pemilu ditangkep. Sebelumnya, tahun 1971, jelang pemilu ditangkap, alasannya yang punya organisasi NII (Negara Islam Indonesia). Padahal isinya piaraan Bakin semua,” lanjutnya.
Ternyata, pada tahun 1997, juga jelang Pemilu, yang bersangkutan ditangkap lagi. Dia dituduh jadi Ketua Komando jihad.
“Ini jadi barang rutin jelang pemilu. Pada Pemilu 2014 kemarin, isunya khilafah. Pegang omongan saya, pada tahun 2024 nanti juga sama,” Menko Maritim Sumber Daya periode pertama Jokowi ini menambahkan.
“Isu ini dipakai agar umat Islam jangan sampai mendukung tokoh Islam. Yang kedua dipakai buat ‘fundrising‘ lawan politik Islam,” papar dia.
Rizal melanjutkan, tokoh-tokoh Islam jangan meladeni isu yang kulitnya saja. Seperti celana cingkrang, cadar, jenggot. Sebab, isu itu hak pribadi. Kalau Islam meladeni ini, itu yang diinginkan.
“Padahal nilai-nilai Islam memperjuangkan keadilan, kemakmuran, teologi pembebasan,” tegas Menko Ekuin era Presiden Gus Dur.
“Dulu juga Katolik begitu, akhirnya ditinggalkan. Nah kemudian ada perubahan. Kalau Islam melawan ketidakadilan dan ketidakemakmuran, maka menimbulkan kemanfaatan bagi rakyat banyak. Kalangan Islam terdidik harus memikirkan ‘next‘ Indonesia,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi