KedaiPena.Com – Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menekankan pentingnya menjaga neraca perdagangan karena berdampak kepada banyak hal. Memengaruhi neraca transaksi berjalan yang berujung kepada nilai tukar (kurs) rupiah.
Demikin disampaikam Rizal terkait data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa sepanjang Mei 2019, neraca perdagangan mengalami surplus US$0,21 miliar. Memang, hal lebih baik ketimbang April 2019 yang defisit US$2,5 miliar, namun belum oke, lantaran nilai ekspor masih rendah.
“Kita selalu teriak, mengingatkan pemerintah. Bahwasanya, ekonomi makro Indonesia sudah lampu kuning,” kata eks anggota tim panel ekonomi PBB ini, ditulis Kamis (27/6/2019).
Rizal merasa miris dengan kinerja kementerian bidang ekonomi. Presiden Joko Widodo selalu diberi laporan yang bagus-bagus terkait anggaran semata.
Rizal mengingatkan bahwa ekonomi bukan cuma anggaran, tetapi ada soal ‘trade balances’, ‘current acount’, ‘balance payment’, ‘primary balance’.
“Nah, semua indikator itu, sejak awal 2019 mengalami tren naik dan negatif. Namun selalu dibantah, disebut fundamental ekonomi kuat,” ungkapnya.
Menurut mantan Menko Maritim ini, lembaga internasional menyebut perekonomian Indonesia, belum beresiko tinggi. Ternyata, mereka menggunakan data kuartal I yang ‘current account deficit’ (CAD) US$2,5 miliar.
“Namun kalau pakai data kuartal II, di mana CAD naik menjadi US$8 miliar, tentunya ada ‘review’ tentang fundamental ekonomi kita,” ungkap RR, sapaan akrabnya.
Untuk menjaga neraca perdagangan, Rizal menantang tim ekonomi Kabinet Kerja berani menerapkan pembatasan. Bisa dengan menerapkan tarif masuk produk impor tinggi. Dengan catatan, aturan ini diberlakukan terhadap 10 besar komoditas impor Indonesia.
“Kalau sekarang yang diterapkan kemenkeu kan 1.147 item (komoditi). Saya hitung paling banter nilainya US$5 miliar, tarifnya juga tanggung antara 2,5% hingga 10%. Buntut-nya impor hanya berkruang US$1 miliar. Produknya pun ecek-ecek seperti lipstik, baju atau tasbih,” ungkapnya.
Kata Rizal, akan sangat berbeda apabila aturan tarif masuk dikenalkan kepada top ten komoditi impor Indonesia. efeknya akan lebih signifikan karena menguasai 68% dari total impor Indonesia.
Dirinya juga menyinggung banjirnya baja dan ban asal Cina di pasaran Indonesia. Khusus impor baja 2018, disebutnya tumbuh 26,8%. Alhasil, industri baja dan ban di dalam negeri semakin terjepit.
“Kita punya Krakatau Steel malah tenggelam, pabriknya tidak dipakai. Tahun lalu, impor baja kita naik 26,3%. Hajar yang ini dong jangan yang printil-printil,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh