Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah.
Tengah malam sekitar Februari ‘78, rumah rektor Profesor Iskandar Alisjahbana diberondong peluru oleh orang tidak dikenal.
Rektor yang selamat, esoknya protes kepada Pangdam Himawan Sutanto. Pimpinan Kodam Siliwangi ini mengaku tak tahu menahu mengenai insiden tersebut, dan tidak ada perintah penembakan darinya.
Belakangan terungkap, teror ternyata dilakukan oleh anak buah Benny Moerdani, perwira tinggi intel Kopkamtib yang jengkel lantaran Iskandar dan Himawan bersikap terlalu demokratis dalam menangani aksi demonstrasi mahasiswa ITB, yang menolak otoritarianisme dan dicalonkannya kembali Soeharto untuk ketiga kalinya menjadi presiden.
Ini adalah sekelumit kisah independen akademisi yang menjadi catatan penting sejarah kebebasan perguruan tinggi sebagai wahana intelektual, yang antara lain berfungsi berani meluruskan dan mempertahankan kebenaran.
Tokoh nasional Dr Rizal Ramli bukan saja menjadi sosok yang mengetahui kejadian ini, ia tokoh penting sekaligus penggerak aksi penolakan Soeharto tersebut.
Sebagai mahasiswa Rizal Ramli juga menunjukkan kwalitas intelektualnya dengan menyusun Buku Putih Perlawanan Mahasiswa ITB 1978.
Di lingkungan civitas academika, rektor itu bagaikan seorang ayah yang seharusnya bersikap moderat, bukan menjadi “abdi dalem” bagi kekuasaan sebuah rezim.
Seperti yang kini dilakukan oleh Rektor UI Ari Kuncoro yang ternyata sebelumnya adalah Komut BNI dan kini Wakil Komut BRI. Sebuah jatah kekuasaan pemberian rezim yang rupa-rupanya menggetarkan prinsip-prinsip akademisi yang mestinya dipegang kuat oleh hati nuraninya.
Sikap “abdi dalem” sang rektor ini nampak dari pemanggilan pihak rektorat kepada BEM UI yang beberapa hari lalu menobatkan Jokowi sebagai The King Of Lip Service dengan mahkota di kepala disertai cap bibir sebagai background.
Sebelumnya rektorat juga pernah mengeluarkan surat edaran agar mahasiswa UI tidak terlibat dalam aksi-aksi demonstrasi.
Lain zaman tampaknya lain pula langgam sang rektor. Di masa Rizal Ramli masih menjadi mahasiswa hubungan rektor dan mahasiswa terjalin akrab dengan tetap menjaga prinsip independensi akademik.
Rektor ITB Profesor Soedjana Sapi’ie adalah tokoh yang menjalin persahabatan dengan Rizal Ramli. Meskipun Rizal Ramli mahasiswa bandel yang karena keberaniannya menentang Soeharto sampai-sampai dipenjarakan di Sukamiskin selama sekitar satu setengah tahun, Soedjana Sapi’ie tetap respek kepada murid bengalnya ini.
Sang rektor bangga meski berani melawan Soeharto Rizal Ramli juga mahasiswa cerdas dengan kemampuan otak di atas rata-rata. Itulah sebabnya ia tidak alergi dan mendukung penuh Rizal Ramli ketika berhasil mendapatkan bea siswa S2 untuk melanjutkan studi ekonomi di Amerika.
Soedjana Sapi’ie bukan cuma membantunya membuatkan rekomendasi agar Rizal Ramli mendapatkan bea siswa, ia juga menyuarakan agar aparat hukum saat itu menegakkan keadilan secara fair kepada para mahasiswa yang ditangkap dan dijebloskan ke dalam bui. Karena banyak di antaranya yang ditahan tanpa diadili.
Persahabatan Rizal Ramli dengan rektornya ini benar-benar unik. Saat akan terbang ke Amerika untuk meneruskan studi, Soedjana Sapi’ie memberikan jas yang dipakainya untuk Rizal Ramli. Rupanya sang rektor menaruh perhatian. Sebagai anak muda yang rada urakan dan bergaya seperti Einstein Rizal Ramli waktu itu memang agak kurang peduli dalam urusan pakaian.
Ramli Ramli sendiri mengaku itulah jas pertama yang ia miliki, yang ternyata sangat bermanfaat untuk cuaca di Amerika.
Persahabatan keduanya tak putus hanya sampai di situ. Tahun 2014 saat Rizal Ramli ikut dalam “Konvensi Capres Rakyat” yang diselenggarakan oleh Forum Rektor, Soedjana Sapi’ie dalam usia yang sudah cukup uzur memerlukan datang untuk menemui murid bengalnya ini. Menempuh perjalanan yang cukup melelahkan untuk ukuran pria seusianya, dari Bandung ke Jakarta.
[***]