Kedaipena.com – Perkembangan zaman dan teknologi bukan alasan untuk melupakan bahwa demokrasi harus dipahami dan ditegakkan. Serta jangan sampai kekuasaan menjadi cara untuk melemahkan demokrasi.
Hal ini ditegaskan oleh Tokoh Malari, Rizal Ramli dalam acara peringatan 49 tahun Peristiwa Malari 1974 dan 23 tahun INDEMO dengan tema pertahankan demokrasi.
“Saya paling tidak suka dengan kata Malari itu, Malapetaka. Hariman itu damai kok bersama teman-teman. Hanya demo ke istana. Tapi, tentara menyebutnya kerusuhan. Ali Moertopo yang banyak pakai, mahasiswa yang disalahkan. Jadi kalau bisa, pas 50 tahun, gantilah jangan Malari,” kata RR di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, ditulis Selasa (17/1/2023).
Ia menyatakan bahwa gerakan mahasiswa memperjuangkan Indonesia yang demokratis tak bisa disebut Malapetaka.
“Kalau ada bisikan intelijen, yang menyatakan ada bakat-bakat di Pasar Senen, itu tidak ada hubungan dengan Malari. Memang seperti itu. Jika ada gerakan berarti, dikaitkan dengan kerusuhan. Untuk menjustifikasi untuk mempertahankan kekuasaan,” ucapnya.
Ia mengharapkan semua rekan yang turut hadir dalam perayaan, untuk jangan pernah melupakan demokrasi, memahami dan tetap terus berjuang untuk demokrasi.
“Segini saja sudah cukup. Kalau cuma Jokowi aja mah kecil. Jokowi tak pernah berjuang untuk demokrasi. Ia hanya cari duit. Karena demokrasi, ia berkesempatan untuk jadi presiden. Tapi begitu berkuasa, demokrasi dipreteli,” ucapnya yang disambut riuh tepukan peserta.
Ia mengungkapkan indeks demokrasi dinyatakan turun 30 poin lebih, lembaga-lembaga penguat demokrasi, seperti KPK dipreteli, lembaga hukum dipreteli, bahkan DPR dibuat seperti Taman Kanak Kanak dan hanya bisa manut.
“Ini waktunya kita melakukan sesuatu. Mbak Mega bagus sekali, taat azas, tidak boleh perpanjangan waktu, dia roasting Jokowi. Aku kagum pada Mbak Mega, bisa nge-roasting. Tapi, saya kenal Jokowi, saya kenal Luhut Panjaitan, mereka gak bakal berhenti, merancang sesuatu,” pungkas RR.
Laporan: Ranny Supusepa