KedaiPena.Com – Krisis ekonomi tahun 1998 dipicu oleh tiga hal yaitu utang swasta yang besar, utang pemerintah, dan bank.
Waktu itu membuat bank mudah sekali, dengan modal Rp10 miliar, sudah bisa bikin bank. Sehingga ada ratusan bank di Indonesia.
Demikian disampaikan Menko Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli di Jakarta, ditulis Kamis (9/1/2020).
“Ketika bank-bank itu terima deposito, 80% kreditnya dikasih ke grupnya sendiri. Jadi, grupnya cepat besar karena dana bank semuanya dipindahkan ke sana. Ada aturan ‘legal lending limit’ tetapi tidak di-‘enforce’,” papar RR, sapaan Rizal Ramli.
Saat ini, bank kondisinya sudah jauh lebih sehat dibandingkan tahun 1998. Kenapa? Karena di-‘enforced legal lending limit’ dan kebanyakan bank-bank itu perusahaan ‘go public’ sehingga dimonitor terus menerus dipasar modal dan oleh para ‘analyst’, apakah NPL terlalu besar atau resiko kreditnya terlalu besar.
“Yang saya khawatir hari ini, Indonesia menghadapi masalah yang sama yakni utang yang terlalu besar, banyak yang gagal bayar, bank memang aman tapi perusahaan asuransi dan reksadana banyak yang bermasalah,” lanjut dia.
Jiwasraya, tambah Rizal, hanya ‘the tip of the iceberg’, karena yang mereka jual bukan asuransi biasa, bukan sekedar proteksi tapi juga investasi.
“Mohon maaf, padahal nasabahnya golongan menengah ke atas, ‘greedy’ kalahkan ‘common sense’. Perusahaan asuransi (proteksi-cum-investasi) tawarkan ‘return’ 6-7%. Perusahaan-perusahaan reksadana lebih tinggi lagi, banyak yang tawarkan ‘return’ 12-13%. Mereka yang akhirnya banyak bermasalah,” jelas Rizal lagi.
“Tingkat bunga deposito hanya 6%, perusahaan-perusahaan reksadana janjikan 12%-13%. Apa ndak curiga? Seperti yang saya pernah katakan, selain masalah ekonomi tahun ini yang akan anjlok ke 4%, tetapi juga masalah lembaga asuransi dan reksadana. Skalanya lebih dari 5 kali Jiwasraya. Jadi, ini adalah masalah yang serius,” Rizal memaparkan.
“Oleh karena itu Jiwasraya perlu diselesaikan secepat dan sebaik mungkin. Kalau tidak masalahnya akan menyebar, akhirnya menjadi pemicu dari krisis baru,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi