Artikel ini ditulis oleh Pemerhati Sejarah, Arief Gunawan.
Kesulitan hidup akibat ambruknya perekonomian dan masifnya sakaratulmaut korban Covid-19 kini dirayakan penguasa dengan pasang baliho, ngomong asbun, ngupahin buzzersRp bikin spinning persepsi, adu domba agama & destruktif lainnya.
No empati and no respect.
Ruthless. Keji & bejat belaka.
Sehingga seakan-akan otak dan hati elit kekuasaan hari ini umumnya sudah bergeser ke dengkul.
Soeharto dulu mundur pake idiom yang pantes: lengser keprabon madheg pandhito. Tak ingin darah dan nyawa rakyat tumpah-melayang lebih banyak. Kuasa 32 tahun anaknya baru jadi menteri. Hari ini 6 tahun kuasa anak mantu langsung walikota.
Para elit kemerdekaan dulu berkuasa dengan memegang adab. Tau bates & malu. Amangkurat II adalah role model penguasa deksura. Greedy and aji mumpung luar biasa. Raja kejam ini katanya punya siklus reinkarnasi yang menjelma kepada kembarannya untuk meneruskan kekuasaan.
Elit Indonesia tempo dulu membaca sejarah. Yamin membaca Majapahit, Sukarno membaca, Hatta membaca, dan seterusnya. Karena mereka percaya L’ histoire Se Repete, sejarah (bisa) berulang, sehingga mereka membuang keburukan masa lalu.
Apakah itu penguasa deksura?
Deksura ialah suatu sifat, suatu tabiat buruk. Khianat, kurang ajar, tidak sopan, dan tiada peduli kepada rakyat.
Terhadap penguasa yang demikian tokoh nasional Dr Rizal Ramli melalui akun Twitter-nya beberapa waktu lalu telah memperingatkan hendaknya sang penguasa bersikap “Sing Bijak Lan Waskita”. Bersikaplah Bijak Dan Lihatlah Secara Tajam Kenyataan Yang Sebenarnya Terjadi.
Bagi Rizal Ramli filosofi ini penting untuk dipahami oleh seseorang yang sedang berkuasa agar menjadi landasan kebijakan.
Sebagai tokoh pluralis Rizal Ramli sendiri cukup bersinggungan dengan kebudayaan Jawa dari mendiang istrinya yang merupakan wanita Jawa yang halus. Bahkan untuk waktu yang cukup lama Rizal Ramli pernah bermukim di Mojokerto, Jawa Timur, saat menjadi field coordinator & researcher BRI di tahun 1980-an.
Ia sudah terbiasa dan sesungguhnya sudah sangat akrab dengan nilai-nilai luhur serta filosofi masyarakat Jawa.
[***]