BERDASARKAN grafik yang saya ambil dari disertasi doktoral saudara Abdul Rahman di Universitas Twente, dapat dilihat perjalanan tax ratio (persentase total penerimaan pajak dibandingkan PDB) Indonesia dari tahun 1983 hingga 2014.
Grafik tersebut dibuat berdasarkan sumber dari Kementerian Keuangan, Dirjen Pajak, dan Biro Pusat Statistik.
Dapat dilihat bahwa sejak tahun 1983 hingga 1988, beririsan dengan masa Repelita IV masa Pemerintahan Suharto, rata-rata tax ratio berada di kisaran 6,6%.
Tepat di akhir Repelita IV, tahun 1989, tax ratio terus naik hingga ke level 11%. Sepertinya besaran tax ratio 11% adalah yang tertinggi di era Orde Baru.
Hingga kemudian turun lagi ke kisaran 8% di tahun 1990, dan mencapai rata-rata 8,8% selama tahun 1990 hingga tahun 2000.
Yang perlu dicermati adalah setelah krisis ekonomi tahun 1998, dan pemerintahan berganti dari Suharto ke Habibie, tax ratio turun hingga ke kisaran 7%.
Setahun pertama pemerintahan Gus Dur hanya dapat sedikit menaikkan tax ratio hingga ke 7,8% di tahun 2000. Belum menyentuh 8%.
Tapi baru pada tahun kedua (terakhir) era Pemerintahan Gus Dur, pada tahun 2001 tax ratio melejit hingga menembus angka 13%.
Besaran tax ratio 13an% di tahun 2001 adalah sejarah baru bagi Indonesia, karena menjadi capaian tax ratio yang tertinggi pertama kalinya setelah tahun 1983.
Sosok yang berada di balik ini adalah Rizal Ramli (menjabat Menteri Koordinator Perekonomian 2000-2001) yang meletakkan dasar-dasar reformasi penerimaan pajak hingga berhasil mendongkrak besaran tax ratio dari 7,8% (2000) ke 13an% (2001), atau naik 5%.
Setelah Gus Dur jatuh, dan digantikan Megawati dan kemudian Susilo Bambang Yudhoyono, keberhasilan reformasi penerimaan pajak era Gus Dur tetap dilanjutkan.
Sehingga sejak tahun 2002 hingga 2014 tax ratio kita stabil di besaran tinggi di kisaran rata-rata 12,1% (tahun 2008 tax ratio kita sempat naik tinggi ke 13% untuk keduakalinya).
Hanya sayang sekali, tampaknya bukan semakin meningkat, tax ratio kita di periode pemerintahan Jokowi malah terus menurun.
Sejak tahun 2014 hingga tahun 2018 rata-rata tax ratio hanya di kisaran 10,5% (menggunakan standar tax ratio definisi sempit, tidak memasukkan PNBP).
Akibatnya semakin jauh lagi Indonesia dari standar rata-rata tax ratio negara berpendapatan lebih rendah (negara miskin) sebesar 14,3%.
Apalagi standar rata-rata tax ratio negara berpendapatan rendah -menengah ke bawah sebesar 19,0%, posisi di mana seharusnya Indonesia berada, masih sangat jauh.
Tampaknya agar dapat mencapai standar tax ratio yang layak untuk Indonesia, antara 14%-19%, di tahun 2019-2024 kita perlu sosok seperti Rizal Ramli kembali, yang pernah memiliki rekam jejak sukses mendongkrak tax ratio di tahun 2000-2001.
Oleh Gede Sandra, Peneliti Lingkar Studi Perjuangan