Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah.
Dari mana datangnya perubahan politik, sosial, ekonomi, dan juga peradaban ?
Sejarawan Arnold Joseph Toynbee menyebut perubahan muncul dari tindakan minoritas kreatif.
Minoritas kreatif ialah sekelompok orang yang memiliki self determining atau kemampuan diri untuk menentukan apa yang hendak dilakukan dalam mencapai perubahan.
Dikatakan minoritas kreatif karena dari segi jumlah mereka memang sedikit. Tapi berperan besar menjadi pemandu yang berjuang dan menunjuki jalan ke arah perubahan yang lebih baik.
Perlawanan rakyat terhadap kolonialisme esensinya juga digerakkan oleh kelompok minoritas kreatif.
Haji Samanhudi, Tirto Adi Suryo, Cokroaminoto, Sutomo, Ernest Deuwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, Ki Hadjar Dewantara, Hatta, Sukarno, adalah contoh-contoh figur minoritas kreatif yang membawa perubahan.
Percepatan Proklamasi Kemerdekaan negeri ini juga didorong oleh kelompok minoritas kreatif.
Yaitu segelintir pemuda dan mahasiswa dari Kelompok Menteng 31 dan Kelompok Prapatan 10. Sehingga lahirlah teks pernyataan kemerdekaan, yang meskipun sangat singkat namun oleh banyak kalangan diakui sebagai Hypnotic Language Pattern.
Meski hanya terdiri dari 24 kata dan tersusun dalam dua paragraf teks Proklamasi diakui memiliki daya hipnotis tingkat tinggi, yang mampu menyatukan belasan ribu pulau Nusantara, dan membangkitkan semangat berjuta rakyat untuk merdeka.
Jejak sejarah para tokoh pergerakan kemerdekaan inilah yang pada Kamis, 8 September lalu, dicontoh oleh tokoh nasional Dr Rizal Ramli untuk merespon kehendak mayoritas rakyat Indonesia yang hari-hari belakangan ini menginginkan perubahan ke arah Indonesia yang lebih baik, yaitu tercapainya masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera.
Bersama beberapa tokoh aktivis pergerakan Rizal Ramli mendeklarasikan pernyataan yang merefleksikan suasana kebatinan mayoritas rakyat saat ini yang semakin tertindas, akibat tatakelola pemerintahan yang tidak memihak kepada kepentingan mayoritas rakyat melainkan lebih mengutamakan kepentingan oligarki.
Tekanan ekonomi yang mencekik, antara lain akibat kenaikan harga BBM yang berekor pada kenaikan harga-harga kebutuhan dan terjadinya dekadensi moral elit kekuasaan yang semakin bejat saat ini menyebabkan negeri dan mayoritas rakyat semakin dijauhi dari cita-cita Proklamasi.
Deklarasi yang mengaktualisasikan kembali jiwa Proklamasi, hari Kamis lalu itu, menegaskan:
“Kekuatan Rakyat sudah bersatu. Tekanan dan represi kebijakan sudah melampaui batas kesabaran. Tiba waktunya mengubah tekanan menjadi kekuatan. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. Menegakkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Deklarasi ini secara substansi sesungguhnya menekankan Oligarchy United dan People United atau Persatuan Rakyat dan Persatuan Oligarki kini telah berhadap-hadapan.
“Karena oligarki yang rakus dan kepemimpinan yang lemah semakin menjauhkan rakyat dari keadilan dan kemakmuran. Semakin menjauhkan bangsa dari cita-cita kemerdekaan,” tegas Rizal Ramli.
Ia mengibaratkan mayoritas rakyat saat ini seperti sedang menempuh suatu perjalanan yang berat dan penuh beban di sebuah lorong yang gelap.
Namun sebagai tokoh nasional yang telah mewakafkan hidup untuk membela kepentingan mayoritas rakyat sejak mahasiswa ia tetap melihat adanya cahaya terang yang akan menjadi awal bagi kebangkitan bangsa menuju perubahan yang lebih baik.
“Kini tidak ada pilihan, kecuali kita bersatu untuk melawan ketidakadilan dan kezoliman. Mari kita berjuang bersama untuk merealisasikan tujuan kemerdekaan,” tandas Rizal Ramli.
Longa Vita Certamen,
Beati Qui Defendunt Populum
Panjang Umurlah Perjuangan, Diberkahilah Mereka yang Berjuang Membela Rakyat.
[***]