KedaiPena.Com – Setelah melakukan kunjungan ke Medan, Sumatera Utara, tokoh nasional Rizal Ramli menyambangi tanah kelahirannya, yakni, Sumatera Barat.
Sama seperti kunjungannya ke kampus Universitas Sumatera Utara dan Universitas Medan Area pada Sabtu (4/11), agenda tokoh Gerakan Anti Kebodohan ini di Ranah Minang juga dalam rangka memberikan kuliah umum sekaligus motivasi kepada masyarakat dan generasi muda.
Tempat pertama yang ia tuju adalah daerah Nagari Simarasok, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam.
Di hadapan ratusan masyarakat yang memadati ruangan Masjid Sabar Nagari Simarasok, Rizal Ramli berbagi pengalaman masa kecilnya yang begitu pahit.
Bagaimana tidak, di usia 6 tahun, Rizal Ramli sudah menjadi anak yatim piatu. Namun, kepahitan itu telah diubahnya menjadi kesuksesan.
Kunci menuju sukses, menurut Rizal adalah 4G. Namun, 4G yang dimaksud bukanlah jaringan telepon. Tapi, God Will, Gesit Otak, Gesit Tangan dan Gesit Gaul.
“God Will atau atas izin Tuhan. Maksudnya, kita harus memiliki itikad baik dan berpikir positif dalam melakukan suatu hal. Dengan begitu, kita yakin Tuhan akan memberkati kita,” ujar Rizal Ramli, Minggu (5/11).
Kemudian, sambung Rizal, G yang kedua adalah gesit otak. Menurut Rizal, jika seseorang memiliki kecerdasan pasti bisa melakukan banyak hal. Termasuk untuk mencapai kesuksesan.
Lalu, G yang ketiga adalah gesit tangan. Untuk menjadi orang sukses, seseorang harus berani mengambil inisiatif. Baik dalam dunia bisnis, politik, pendidikan, orang yang gesit tangan, kata Rizal, lebih berhasil daripada orang yang hanya gesit otak.
“Yang berhasil di kalangan profesional modelnya gesit tangan, ada inisiatif dan terobosan,” tutur Rizal Ramli.
G yang keempat adalah gesit gaul. Rizal bilang, gaul bukan berarti dalam lingkup negatif seperti ‘dugem’. Gesit gaul maksudnya untuk menjadi sukses harus bisa memiliki banyak kenalan, misalnya bergabung dengan organisasi.
“Kalau cuma punya satu G, saudara hanya bisa hidup, kalau punya dua G bisa sukses, tapi kalau punya keempatnya, saudara mau jadi apa saja bisa,” tukas Rizal.
Tantangan Perubahan
Kesuksesan saja dirasa Rizal belumlah cukup. Pria yang dikenal dengan karakter spontan, solutif, dan suka berbicara blak-blakan itu berpendapat, yang jauh lebih penting sekarang ini adalah membangun demokrasi yang sehat untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik.
Demokrasi di Indonesia, menurut Rizal, telah tersandera oleh demokrasi kriminal dan bersifat transaksional. Ironisnya, hal itu sudah diketahui dunia melalui media massa.
Rizal mengungkapkan, belum lama ini dia diundang oleh sebuah lembaga senat di luar negeri untuk menjadi pembicara. Para politisi di negeri tersebut bertanya tentang adanya kabar yang diberitakan oleh media massa tentang mahalnya demokrasi di Indonesia.
Mereka mengaku terkejut mengetahui nilai uang yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk menjadi kepala daerah atau bahkan ketika ingin mencalonkan diri menjadi presiden.
“Jujur, saya merasa malu juga ternyata banyak politisi di luar negeri tahu kalau orang ingin menjadi pimpinan daerah harus mengeluarkan biaya politik hingga miliaran rupiah,” sesal Rizal.
Politisi yang anggota senat itu kepada Rizal Ramli berkata bahwa di negaranya itu cost politik untuk kampanye sudah ditanggung oleh negara. Jadi, untuk menjadi pejabat yang diperlukan adalah ide dan gagasan yang bisa diterima publik.
“Di negeri kami, seorang calon pemimpin hanya perlu menjual gagasan, ide atau visinya yang baik dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Untuk kemudian dia mewujudkan hal-hal tersebut ketika sudah menjadi pemimpin. Karena partai politik di negeri kami dibayai oleh pemerintah,” tutur Rizal Ramli menirukan pejabat itu.
Jadi, lanjut Rizal, 4G itu harus juga diimbangi dengan kesadaran bersama dalam membangun demokrasi Indonesia yang lebih baik.
“Kalau dalam berdemokrasi masih ada transaksi, maka tak ada ruang bagi orang baik, berkredibel, dan berkompeten dalam memimpin negeri ini,” tukas Rizal.
“Orang yang menjadi pemimpin dengan cara transaksional niscaya akan merusak Indonesia. Karena tujuan awal ketika memimpin adalah mengembalikan modal yang sudah keluar untuk cost politik yang besar, atau memberikan privelege bagi cukong-cukong yang memodalinya. Terbukti kan, bayak sekali pemimpin-pemimpin daerah yang ditangkap karena korupsi,” tandas Rizal.
Laporan: Renjana Ruspita