KedaiPena.Com – Rencana Dewan Pers mengumumkan sejumlah media yang telah lolos verifikasi administrasi dan faktual menuai kontroversi. Sedianya media yang sudah terverifikasi akan diumumkan Dewan Pers pada 9 Februari 2017 di Ambon. Itu adalah hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang juga diperingati komunitas pers sebagai Hari Pers Nasional.
Pendataan dan verifikasi terhadap media ini sejatinya merupakan pelaksanaan pasal 15 butir 2F, Undang Undang no. 40/1999 tentang kewajiban mendata perusahaan pers oleh Dewan Pers. Juga merupakan komitmen komunitas pers Indonesia yang tertuang dalam Piagam Palembang 9 Februari 2010.
Terkait hal tersebut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pun mengeluarkan rilis resmi, Selasa (7/2). Dalam rilis yang ditandatangani secara resmi oleh Ketua Umum AJI Suwarjono dan Sekretaris Jenderal Arfi Bambani Amri tersebut, AJI mengaku memahami tujuan pendataan dan verifikasi oleh Dewan Pers. Yakni untuk memastikan bahwa media memenuhi syarat administratif dan faktual untuk menjalankan fungsinya sebagai pers yang bebas dan profesional.
“Verifikasi meliputi legalitas media; isi pemberitaan; adanya penanggungjawab redaksi yang jelas; bukti kemampuan finansial untuk menggaji jurnalis secara layak; adanya kode etik, pedoman perilaku dan lain lain,†kata Suwarjono.
Menurut ia, AJI memandang pendataan dan verifikasi itu juga sebagai cara menjaga kredibilitas pers yang belakangan mengalami degradasi akibat munculnya media sosial dan penggunaan secara serampangan.
“AJI akan terus memperjuangkan kebebasan pers, kebebasan berpendapat, independensi, etika profesi, dan membela kepentingan publik adalah prinsip-prinsip yang harus terus dipertahankan. Sedangkan Dewan Pers adalah lembaga yang mendapatkan mandat undang-undang untuk menjaga kebebasan pers secara beretika dan profesional,†katanya.
Dikatakan, meski pencanangan awalnya sudah dimulai 7 tahun lalu, verifikasi terhadap media ini ternyata masih memicu perdebatan dan juga penolakan. “Malah ada yang menyebut upaya ini sebagai ‘bredel gaya baru’ karena dikabarkan media yang belum lolos verifikasi terancam tidak akan dibela atau tak dilindungi Dewan Pers jika sedang bersengketa dalam pemberitaan,†ungkap Suwarjono.
Karena itu, tambah Suwarjono, menyikapi perkembangan tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) telah menyatakan sejumlah sikap. Diantaranya, agar verifikasi yang dilakukan Dewan Pers jangan sampai menimbulkan konsekuensi yang justru bisa mengancam kebebasan pers. Misalnya, tak boleh ada pembatasan liputan atau akses bagi pekerja media yang benar-benar melaksanakan tugas jurnalistik meski perusahaannya belum terverifikasi Dewan Pers.
“Media yang belum lolos verifikasi itu, asalkan benar-benar bekerja sesuai kaidah Kode Etik Jurnalistik, juga harus mendapatkan pembelaan dan tetap dilindungi melalui skema Undang-Undang Pers saat menghadapi sengketa pemberitaan,†lanjut Suwarjono.
Selanjutnya, bahwa AJI juga menilai pentingnya Dewan Pers merespon desas-desus yang berkembang di masyarakat dan stakeholder pers saat ini yang menyebutkan agar narasumber instansi pemerintah diminta hanya melayani media yang terverifikasi.
Tak hanya itu, perlu ada perbaikan rumusan soal syarat untuk mendapatkan verifikasi Dewan Pers. Pengetatan terhadap syarat-syarat itu memang dimaksudkan untuk memastikan bahwa syarat minimal media untuk bisa beroperasi secara layak, tetap dipenuhi. “Namun syarat itu juga jangan sampai menutup peluang bagi tumbuhnya media rintisan (start up), media alternatif, dan media komunitas yang tumbuh belakangan ini,†pungkasnya.
Rintisan media semacam itu, lanjut Suwarjono, merupakan salah satu cara untuk merawat keberagaman isi (diversity of content), selain merupakan bagian dari kebebasan pers dan kebebasan berekspresi yang itu juga dilindungi Konstitusi.
“Perluasan standar verifikasi, khususnya badan hukum yang mengakomodir produk jurnalistik di luar perusahaan pers, seperti Perkumpulan, Yayasan dan Koperasi. Pendataan dan verifikasi  terhadap media ini merupakan salah satu inisiatif untuk menyehatkan pers,†katanya.
Namun, sambung Suwarjono, AJI menilai perlu ada perbaikan dalam implementasinya. Â Dimana reaksi beragam, sebagian bersifat negatif atas program sertifikasi ini karena kurangnya sosialisasi di komunitas pers.
“Gambaran utuh soal program sertifikasi (yang meliputi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya) juga tak tersedia dengan layak. Oleh karena itu, Dewan Pers perlu duduk bersamastakeholdernya, perlu merumuskan dengan jelas soal verifikasi ini, tujuannya, persyaratan apa saja yang harus dipenuhi bagi media yang ingin lolos verifikasi, serta ketentuan detail lainnya,†katanya.
Tujuannya, lanjut ia, untuk menentukan persyaratan apa saja yang harus dipenuhi bagi media yang akan verifikasi, serta ketentuan detail lainnya. Gambaran jelas soal sertifikasi itu harus disosialisasikan secara luas, termasuk melalui website Dewan Pers meminta Dewan Pers bersama stakeholder pers duduk bersama merumuskan lebih jelas sejumlah ketentuan dan syarat dalam verifikasi media.
Jika diperlukan, ada review ulang terhadap media yang saat ini sudah dinyatakan lolos verifikasi. Setidaknya langkah ini untuk memastikan bahwa ketentuan soal ini dilaksanakan secara konsisten dan teliti. Sebab, inkonsistensi dalam pelaksanaan verifikasi akan berdampak langsung atas tercapai atau tidaknya tujuan dari program ini: mendorong media untuk lebih profesional dan taat kode etik,†pungkas Suwarjono.
Laporan: Dom