KALAU tidak ada Revolusi 1945, orang Belanda sebenarnya mau melimpahkan kekuasaan kepada para ambtenar, priyayi & golongan intelektual komparador untuk menjalankan pemerintahan negeri ini.
Mereka umumnya adalah golongan penjilat yang gila jabatan dan ingin hidup enak dalam alam kolonial yang menindas dan berlaku curang kepada rakyat.
Belanda tahu mereka adalah golongan yang cocok untuk dijadikan boneka.
Waktu mau merdeka Indonesia cuma punya sekitar 400 sarjana, di antaranya lulusan luar negeri. Ketika kembali ke tanah air banyak yang tidak minta makan pada Belanda.
Mereka mengamalkan ilmunya secara mandiri atau bikin partai untuk memerdekakan rakyat. Bukan bikin lembaga survei dan quick count culas untuk jilat penguasa, dan dari hasil jilat-jilat itu mereka naik kelas jadi borjuis munafik dan dapat makan.
Rizal Ramli (RR) diminta Gus Dur untuk jadi Ketua BPK. Tokoh pergerakan yang konsisten membela demokrasi ini menolak halus dengan setengah becanda, karena katanya posisi itu cocok untuk usia 60-an tahun. Waktu itu Rizal masih 40-an sudah jadi ekonom top hingga mancanegara.
Kedekatan Rizal dengan cucu pendiri NU ini bagaikan kakak & adik. Banyak canda dan kelakar, tapi fokus dan konsisten untuk urusan bela rakyat. Rizal bukan intelek celamitan yang suka meminta-minta.
Gus Dur menelpon Rizal. Ekonom pro rakyat kecil ini disuruh jadi Dubes di Amerika, dan sambil lelucon Rizal bilang katanya Gus Dur kok ‘kaya’ Belanda, kirim yang bandel-bandel ke tempat jauh.
Waktu jadi Kepala Bulog dan
lagi nyikatin koruptor serta jaringan mafia pangan, RR dimintakan tolong oleh Gus Dur supaya beresin juga IPTN yang bangkrut.
Rizal kaget tiada kepalang sehingga menyangka Gus Dur salah menelepon, karena apa hubungannya Kepala Bulog dengan pabrik pesawat terbang yang lagi kolaps.
Ternyata presiden ke empat RI itu serius.
Rizal yang memang sangat dipercaya Gus Dur mengubah IPTN jadi PTDI (PT Dirgantara Indonesia) dan melakukan langkah-langkah perbaikan yang membawa hasil positif.
Setelah keluar dari penjara Sukamiskin, Sekjen Golkar, Ir. Sarwono Kusumaatmaja, menawarkan Rizal dan 3 kawannya untuk jadi anggota DPR. Rajawali hendak dimasukin kandang laksana anak manis datang, duduk, dengar, diam, & duit. Atawa bagaikan para aktivis dungu hari ini yang mabuk kuasa di parlemen & BUMN.
Rizal menolak. Ia memilih jadi tokoh pergerakan yang konsisten & intelektual independen.
Apa yang kau cari Rizal Ramli ?
“Mewakafkan hidup untuk bangsa,” katanya suatu hari.
Hidupnya sudah lengkap. Ibadah sosialnya dilakukan sejak muda. Sejak usia 20-an dengan menjadi tokoh pergerakan dan pembela anak-anak orang miskin yang tak mampu bersekolah.
Dia sendiri yatim piatu sejak usia 6 tahun. Hidup dalam asuhan kasih sayang dari sang nenek yang buta huruf, jauh dari tanah kelahirannya.
Di ITB Rizal jadi mobilisator Gerakan Anti Kebodohan yang menghasilkan Program Nasional Wajib Belajar. Sehingga untuk aksi bela rakyat ini ia dijebloskan ke penjara oleh rezim otoritarian saat itu yang tipis telinga oleh berbagai kritikan.
Medio Agustus 2015 Rizal Ramli diajak ketemu sama Jokowi.
Rizal yang pernah berkali-kali jadi pejabat, mulai dari Menko Ekonomi, Menkeu, Kabulog, serta berbagai jabatan penting lainnya, oleh Jokowi dirayu supaya bersedia jadi Menko Maritim di kabinet.
Rizal menolak halus. Pertama karena itu bukan bidangnya. Kedua, Rizal punya nama-nama yang cocok untuk jabatan itu. Tapi Jokowi menginginkan Rizal, sehingga berkata yang minta Rizal jadi Menko Maritim adalah rakyat Indonesia, bukan semata-mata keinginan Jokowi.
Singkat cerita, bujuk rayu itu malah berbuah reshuffle. Sebelas bulan di kabinet Rizal mengabdi untuk rakyat dan loyal kepada Jokowi yang waktu itu berjualan Tri Sakti dan Revolusi Mental.
Nyatanya Rizal harus berhadapan dengan para benalu, mulai dari penguasa merangkap pengusaha (pengpeng), skandal reklamasi Pantai Jakarta, anasir neoliberal, praktek nepotisme, para kakitangan asing & aseng, serta berbagai kepentingan taipan.
Dalam waktu singkat itu Rizal sendiri telah meninggalkan banyak legacy sebagai seorang Menko Maritim.
Di dalam maupun di luar kekuasaan, Rizal Ramli senantiasa menyuarakan dan membela kebenaran.
Sebagaimana makna nama “Rizal”, yang dalam bahasa Arab: arrijal, arajjul, yang berarti laki-laki, dan mengandung kata sifat: kejantanan, keberanian atau kepahlawanan.
Dalam khazanah Islam yang mulia sendiri terdapat istilah Rijjalud Dakwah, yang berarti laki-laki pemberani yang mendakwahkan kebenaran.
Catatan: Arief Gunawan, Wartawan Senior