Artikel ini ditulis oleh Abdul Rohman Sukardi, Pemerhati Sosial dan Kebangsaan.
Jakarta akan dilepas statusnya sebagai DKI (Daerah Khusus Ibukota). Status itu akan dimiliki oleh IKN (Ibu Kota Nusantara). Setidaknya jika rencana itu tidak berubah.
Perubahan status itu tidak serta merta mengubah fungsi dan peran Jakarta. Ia akan tetap lokomotif ekonomi bagi negara yang diproyeksikan menjadi kekuatan ke 4.
Terbesar ekonominya di dunia pada pertengahan abad ini. Indonesia jika dikelola dengan benar akan berada pada posisi itu.
Problem besar Jakarta ada dua saja. Pertama, penurunan tanah ke bawah permukaan laut. Khususnya wilayah utara. Kedua, sekat-sekat administratif penghambat percepatan kemajuan.
Jakarta dan penyangga di sekitarnya dikelola oleh otoritas berbeda. Upaya-upaya modernisasi pembangunan secara merata terbentur kendali koordinasi antar wilayah.
Penurunan tanah dan modernisasi pembangunan secara merata bisa diatasi oleh pendekatan sains. Sedangkan problem kedua, sekat administratif, harus diurai melalui pendekatan politik.
Idealnya, Jabodetabek dikelola dalam satu provinsi. Pembangunan infrastruktur dari ujung ke ujung, bisa diwujudkan dalam satu policy. Tidak harus tarik ulur kerjasama antar wilayah sebagaimana selama ini.
Profil Jakarta akan berubah menjadi Megapolitan Jabodetabek. Provinsi Jabodetabek. Lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesisa.
Megapolitan harus dipimpin orang yang tepat. Mengabaikan kemungkinan kepemimpinan otomatis oleh wapres sebagaimana isu dalam rancangan UU, kita bisa menengok potensi Ridwan Kamil.
Ia sosok teknokrat. Ahli pembangunan infrastruktur dan tata kota.
Selama ini Jakarta dipimpin deretan birokrat. Terakhir dipimpin ekonom-politisi pada sosok Anis Baswedan.
Mereka terbentang jarak dua tahap antara permasalahan dan solusi. Antara fact finding problem perkotaan dengan problem solver itu sendiri. Masih memerlukan konsultan ahli untuk pemetaan dan perumusan solusi.
Pada sosok Ridwan Kamil jarak itu lebih pendek. Ia memang membidangi arsitektural dan tata kota. Akan melihat permasalahan dan solusi Jabodetabek menjadi lebih sederhana.
Ia sendiri menjadi guidance dalam fact finding dan problem solver sekaligus. Tidak perlu menunggu masukan orang lain.
Sebagai Megapolitan, Jakarta harus mampu menampilkan wajah wisata kota dunia. Menjadi daya tarik wisatawan global.
Itu bidang Ridwan Kamil. Sebagaimana menjadikan setiap sudut Bandung menjadi sangat artistik. Pada saat ia menjadi walikota.
Sederhananya, jadikan Jakarta sebagai Megapolitan. Megapolitan Jabodetabek. Provinsi Megapolitan Jakarta yang wilayahnya meliputi Jabodetabek. Ini wilayah kerja politik. Kerja DPR untuk mewujudkannya.
Jika diperlukan, dilakukan survei terlebih dahulu. Agar prosesnya partisipatif. Apa warga Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi sukarela menjadi satu provinsi Megapolitan Jakarta.
Selebihnya serahkan Ridwan Kamil untuk memimpin. Dua Periode (10 tahun). Untuk membenahi infrastruktur modern dari ujung ke ujung Jabodetabek. Juga mengatasi penurunan tanah Jakarta.
Untuk menjadikan Provinsi Megapolitan Jakarta sebagai lokomotif ekonomi global. Pusat bisnis, jasa dan wisata global. Menjemput peran Indonesia sebagai 4 besar skala ekonominya pada tingkat global.
Pemerintah Pusat menjadi lebih fokus pada pemerataan pembangunan. Pada daerah-daerah di luar Jakarta dan luar Jawa
Ini lebih prioritas dibanding memperturutkan ngambek politik akibat kalah pilpres. Tidak ada manfaatnya sama sekali bagi percepatan pembangunan Indonesia.
Pada saat kesempatan menjadi kekuatan ke 4 ekonomi global sudah di depan mata. Jika dikelola secara serius.
Setuju ndak?
[***]