KedaiPena.com – Menyikapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy yang menyebut beras jagung bisa menjadi opsi menu dalam program makan gratis, Anggota Legislatif Terpilih periode 2024-2029, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai pernyataan itu kurang tepat.
Ia bahkan menilai Menko PMK tidak lah paham tentang produksi jagung nasional, yang jumlahnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan alam negeri.
“Baik untuk konsumsi manusia maupun ternak ayam dan lain lain yang ada di Indonesia, kebutuhan nasional jagung kita sekitar 15,7 juta ton per tahun, sedangkan hasil produksi pertanian jagung kita sebesar 13.79 juta ton per tahun, berarti kita harus impor sekitar 1,2 juta ton Jagung setiap tahunnya,” kata BHS, Rabu (7/8/2024).
Selain itu, ia juga menyatakan seharus Menko PMK juga harus tahu bahwa harga jagung Indonesia adalah yang termahal di dunia.
“Harganya mencapai Rp5-8 ribu per kilogram, bahkan lebih yang dijual ke konsumen. Dengan referensi harga jagung termahal di dunia sesuai data dari website Tridge.com, yaitu di Ukraina seharga 270 Dollar Amerika per ton, atau Rp4.372 per kilogram,” paparnya.
BHS menyatakan Menko PMK harusnya ikut memperjuangkan harga bahan pokok, agar lebih murah untuk meringankan beban masyarakat. Salah satunya, jagung.
“Apalagi Kementerian Pertanian kan sering mengadakan studi banding dan harusnya paham bahwa harga jagung Internasional saat ini tidak lebih dari Rp2000, atau tepatnya Rp1.760 per liter atau per kilogram, sesuai dengan data dari Website Business Insider. Tapi, harga jual di Indonesia, sangat mahal, bahkan ada yang di atas Rp8 ribu per kilogram,” paparnya lagi.
Politisi Gerindra ini juga menyampaikan, jika harga jagung bisa diturunkan, maka makanan seperti ayam dan telur akan menjadi murah.
“Kita tahu kan bahwa sebagian besar masyarakat Jawa dan Sumatera yang merupakan penduduk terbesar di Indonesia, gemar mengkonsumsi ayam dan telur. Inilah yang harusnya kita dorong agar kita mendapatkan harga lauk pauk yang murah terutama untuk program makan gratis,” kata BHS.
Ia mengimbau kepada Menko PMK untuk melakukan kajian dengan turun langsung ke masyarakat, untuk menanyakan kepada anak-anak, sebagai target program makan siang bergizi, apakah familar dan suka dengan nasi jagung.
“Jangan sampai program makan gratis yang kita inginkan untuk makan dan nutrisi yang cukup untuk anak anak, menjadi percuma karena tidak diminati oleh anak-anak sekolah. Yang saat ini mereka banyak makan dengan menggunakan nasi putih, bukan nasi jagung,” ujarnya.
Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra itu juga mendorong Menko PMK melakukan kajian tentang kesulitan memproduksi bahkan memasak beras jagung.
“Menurut informasi, memasak beras jagung butuh kesabaran dan waktu yang cukup lama agar mendapatkan hasil tanakan yang sempurna. Dan itu prosesnya jauh lebih lama daripada menanak nasi putih. Kita tau kan bahwa harga LPG naik terus. Selain itu ada informasi dari ibu-ibu bahwa nasi jagung tidak bisa bertahan lama, lebih mudah busuk daripada nasi putih biasa. Jadi apakah diversifikasi pangan dari nasi putih ke nasi jagung itu lebih efektif dan efisien?” tanyanya.
Ia menyatakan bila memang pemerintah ingin melakukan diversifikasi pangan dari beras ke jagung, dan hasil kajian anak-anak mau mengonsumsi nasi jagung, maka tugas pemerintah adalah memproduksi tambahan pertanian jagung di Indonesia, agar jumlah impor jagung kita tidak menjadi lebih banyak.
“Sekaligus pemerintah harus mendorong harga pangan terutama komoditas jagung agar bisa lebih murah, untuk yang dikonsumsi di Indonesia, khususnya untuk Program Makan Gratis untuk anak sekolah, untuk mendekati harga Internasional yang saat ini jauh lebih rendah daripada harga jagung per kilogram yang ada di Indonesia,” pungkas BHS.
Laporan: Ranny Supusepa