KedaiPena.Com – Parlemen Eropa dalam sidang pleno tanggal 4 April 2017 menyepakati resolusi tentang minyak kelapa sawit dan deforestasi hutan. Resolusi tersebut mendapat reaksi dari pihak pemerintah dan DPR.
Dalam perkembangan di dalam negeri, resolusi tersebut ditolak oleh pemerintah tepat, kementerian terkait serta DPR yang sangat jauh dari substansi dan berujung pada kepentingan perebutan kekuasaan serta tidak berususan sama sekali dengan persoalan lingkungan serta hidup orang banyak.
Menurut Abdul Wahid dari Transformasi untuk Keadilan Indonesia, respon dari pemerintah ini semakin pengabaian fakta-fakta yang terjadi di lapangan, bahwa watak dan praktek perkebunan besar kelapa sawit di Indonesia begitu buruk.
“Praktek ini melahirkan berbagai konflik dengan masyarakat, melanggar HAM melalui perampasan tanah, militeristik, melanggar hak-hak buruh, termasuk mempekerjakan anak di perkebunan mereka. Praktek ekspansif dan eksploitatif krisis lingkungan hidup yang sulit terpulihkan,” jelas dia belum lama ini.
Deforestasi dan kebakaran, lanjut dia, adalah bukti yang paling nyata dari praktek buruk industri perkebunan besar kelapa sawit.
Sementara itu, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi, Khalisah Khalid pun memiliki pandangan yang sama soal itu.
Menurutnya, pemerintah saat ini tidak bisa sekedar menutup mata atas fakta ini dan berbagai pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi.
“Karena hal ini menjadi preseden buruk bagi upaya pembenahan tata kelola SDA khususnya di sektor kehutanan dan perkebunan dan upaya penegakan hukum yang tengah dijalankan pemerintah dan berbagai komitmen Presiden Jokowi lainnya, seperti moratorium dan pemulihan ekosistem gambut,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh