Artikel ini ditulis oleh Moch Chabibi, Mahasiswa Magister Intelijen Universitas Indonesia (UI).
Kondisi situasi Kamnas RI tidak sedang baik-baik saja. Terlihat semakin marak gerakan OPM di Papua melakukan teror dan belum bebasnya Pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru. Penyanderaan WNA bila berlarut-larut akan melumpuhkan kredibilitas RI di mata internasioanal. Selain itu 2 kali kebakaran aset fasilitas minyak Pertamina di Jakarta (Plumpang dan Dumai) menjadi warning bagi keamanan nasional. Apakah dua kejadian itu hanya insiden? Atau by setting?
Konflik global yang kian meruncing membuat segala hal dapat terjadi untuk melemahkan pihak lawan dengan cara mengancurkan aset musuh di luar negaranya sekalipun atau di negara yang punya aliansi dengan musuh.
Kunci dari keamanan adalah informasi intelijen dan pendekatan ke kelompok penantang (penggalangan) dengan baik. Perlu pembenahan serius dalam kepemimpinan BIN sebagai kordinator intelijen negara yang sempat dialihkan Presiden ke Kemenhan meski juga belum terlihat jelas hasilnya.
Tatkala mengingat BIN saat ini malah yang muncul adalah kejayaan BIN dan olahraga nasional membina para atlit bahkan memiliki klub voli. BIN juga terlibat aktif dalam pembangunan infrastruktur seperti asrama mahasiswa dan terakhir Papua Creative Hub. Tujuan pembangunan bagus namun bukankah itu sebaiknya dilakukan Kemendikbud, Kemenaker, Kemenpora dan Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif?
Penggalangan intelijen adalah penggalangan spesifik bukan penggalangan bersifat umum dalam gelar pembangunan infrastruktur. Penggalangan spesifik dan bersifat unik itu yang perlu dilakukan intelijen untuk menyentuh aktor-aktor kunci para pihak yang berseberangan dengan negara.
Ke depan aparat keamanan akan terkonsentrasi melaksanakan pengamanan mudik lebaran dan sebentar lagi perhelatan Pemilu akan dilaksanakan. Dan pada Pemilu 2024 nanti pertama kali dilaksanakan pemilu serentak antara pileg dan pilpres yang tentu akan membutuhkan kerja ekstra pengamanan.
Pengamanan pemilu adalah hal yang rumit karena dibutuhkan aparat yang bersikap netral tidak memihak partai dan calon tertentu, tentu juga BIN sebagai kordinator informasi intelijen pengamanan haruslah diisi personil-personil yang bersikap netral yang mampu menahan diri untuk tidak terjebak dalam politik praktis karena bila berpihak maka akan sangat mengancam kondisi keamanan nasional. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada aparat yang parsial.
Presiden sudah saatnya melakukan reposisi Pimpinan BIN dengan memilih yang netral dan yang mempunyai kemampuan, passion (gairah kerja) dan track record dalam dunia intelijen untuk mengatasi segala ancaman dan gangguan pada NKRI. Memang, Kabin sekarang mempunyai kekuatan politik yang sangat kuat namun haruslah ditempatkan pada posisi lain yang lebih berguna, dan BIN harus dipimpin orang yang tepat.
[***]