KedaiPena.Com – Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (Cespels) Ubedilah Badrun menilai keliru rencana Menkumham Yasona yang ingin membebaskan koruptor dengan alasan Covid-19 karena tidak ada korelasinya.
Pasalnya, lanjut Ubed sapaanya, para koruptor yang berada di penjara sudah melaksanakan physical distancing di ruang penjara masing-masing.
Selain itu, lanjut Ubed, World Health Organization (WHO) pada 15 Maret lalu sudah mengeluarkan panduan terkait mengantisipasi Covid-19 di penjara.
“Panduan tersebut diberi judul besar ‘Preparedness, Prevention
and Control of COVID-19 In Prisons and Other’,” tegas Ubed kepada wartawan, Minggu (5/4/2020).
Ubed menambahkan, koruptor di Indonesia juga sudah masuk kategori extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa sebagaimana yang pernah juga diucapkan Jokowi.
“Bahwa koruptor di Indonesia sudah menjadi kejahatan luar biasa. Jadi ide Yasona itu berseberangan dengan Presidennya,” ujar Ubed.
Analisis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini melanjutkan, jika mengacu pada sisi jumlah koruptor yang dipenjara juga sekitar 4 ribuan saja dari total 200 ribuan lebih narapidana. Jadi tidak membebani APBN.
“Jika selain alasan Covid-19, juga alasan ekonomi karena biaya untuk narapidana menghabiskan APBN ratusan miliar, itu juga alasan yang tidak tepat karena membiayai kebutuhan narapidana di penjara itu memang sudah termasuk kewajiban negara,” ungkap Ubed.
“Jika memang Yasonna Laoly memaksakan kehendak untuk membebaskan koruptor dengan akal-akalan melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, artinya pemerintah tidak mendukung pemberantasan korupsi, ” tandas Ubed.
Laporan: Sulistyawan