KedaiPena.Com – Tak mungkin mengharapkan kebangkitan ekonomi Indonesia sesuai cita-cita Trisakti dan Nawacita selama sosok pemegang kendali kebijakan ekonomi masih dipegang orang seperti Sri Mulyani Indrawati (SMI).
Demikian dikatakan Muhamad Khabib, Relawan Jokowi Jawa Tengah 2014 dalam keterangan pers yang diterima KedaiPena.Com, ditulis Sabtu (20/1/2018).
“Di sisa waktu pemerintahan Jokowi yang tinggal dua tahun ini, kondisi ekonomi Indonesia belum juga ada perubahan yang berarti. Pertumbuhan ekonomi hanya dikisaran 5 persen, ketimpangan ekonomi masih tinggi, akses kredit Perbankan untuk rakyat kecil masih rendah, daya beli masyarakat tidak bergairah dan sebagainya,” kata dia.
Niat baik dan kerja keras Jokowi justru, sambungnya, tergerus dari dalam lingkarannya sendiri. Di antaranya oleh sepak terjang dan kinerja SMI yang tidak nyambung dengan program agenda kerja pemerintahan Jokowi.
Rekam jejak SMI yang konon sering memboyong penghargaan berkelas internasional ternyata hanya bungkusan belaka. Karena faktanya berbanding terbalik dengan kemanfaatan untuk bangsa dan negaranya sendiri.
“Kita ingat kasus Century yang merugikan negara hingga triliunan rupiah yang menyeret nama SMI, kita juga ingat skandal utang berbunga tinggi yang merugikan negara hingga Rp121 triliun dan USD 6,7 Miliar dari Penerbitan Surat Utang Tahun 2006 sampai 2010 sebagaimana yang pernah di bongkar Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra,” ujarnya.
Logika dan nalar rakyat begitu sangat sederhana memahami persoalan tersebut. Bagaimana mungkin orang seperti SMI dapat memperbaiki ekonomi negara jika dirinya sendiri justru bagian dari masalah ekonomi negara itu sendiri.
“Bagi rakyat hitung-hitungannya sangat sederhana, kita ambil contoh dari skandal Penerbitan Surat Utang Tahun 2006-2010 yang dilakukan SMI pada waktu itu sebagai menteri Keuangan dengan jumlah Rp121 trilun dan kira-kira Rp90 triliun (USD 6,7M equel Rp 13.300,-) yang diberikan SMI kepada pemberi utang (asing),” kecewa dia.
Andai saja uang sebanyak itu disalurkan kepada ibu-ibu rumah tangga sebagai bentuk pinjaman modal usaha kecilnya seperti program “Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera” (Mekaar) yang digulirkan PT Permodalan Nasional Madani (PNM Persero), dengan memberikan pinjaman Rp2 sampai Rp3 juta per ibu rumah tangga. Maka kira-kira akan ada 85 juta ibu rumah tangga yang akan mendapatkan bantuan modal usaha seperti tersebut yang terbukti manfaatnya besar dan tingkat kredit macetnya sangat kecil yakni sekitar 0,21 persen.
“Tapi bagi SMI, model keberpihakan ekonomi seperti itu barangkali tidak masuk dalam rumus nalar ekonominya. SMI lebih memilih uang sebanyak itu diberikan kepada segelintir pemberi utang dalam bentuk bunga utang (yield), tak lain hanya demi mendapatkan puja puji para asing yang notabene pemberi utang tersebut daripada diberikan kepada para Ibu Rumah tangga untuk menunjang usaha kecil ekonomi keluarga,” katanya lagi.
Pemerintahan Jokowi dengan cita-cita besar Trisakti dan Agenda Nawacita sudah pasti terseok-seok dengan model ekonomi gaya gaya SMI itu. Kebutuhan rakyat yang menghendaki agar presiden Jokowi kembali melanjutkan kepemimpinanya untuk periode yang kedua karena dianggap jujur, dekat dengan rakyat, dan tipe pemimpin pekerja keras harus terbentur dengan gaya ekonomi SMI yang lebih mementingkan internasional asing dan ambisi penghargaan pribadinya.
“Sudah semestinya SMI di evaluasi ulang dengan sisa waktu yang tinggal dua tahun ini agar cita cita dan agenda kerja pemerintahan Jokowi dapat terwujud tuntas sebagaimana yang pernah dicita-cita bersama rakyat dan para Relawan Jokowi pada 2014 silam,” tandasnya.
Laporan: Irfan Murpratomo