KedaiPena.com – Saat acara diskusi INDEF dan peresmian Ruang Baca Faisal Basri, Rektor Universitas Paramadina, Prof Dr Didik J Rachbini menyatakan ada lima catatan dari Faisal Basri, yang merupakan ekonom senior Indonesia.
“Pertama, dalam pikiran Faisal Basri, ekonomi itu substansinya adalah politik. Jadi catatan pertama Faisal Basri adalah soal politik. Politik saat ini menurutnya, tidak mungkin menghasilkan kebijakan yang berorientasi kepada pemerataan, keberpihakan kepada rakyat. Pemerataan dan kerakyatan hanya menjadi jargon,” kata Prof Didik, ditulis Sabtu (8/2/2025).
Ia pun menyebutkan, dalam pandangan Faisal Basri, kebijakan ekonomi itu hanya derivasi dari kebijakan politik. Itu yang menyebabkan Faisal Basri keluar dari partai PAN, karena tidak percaya lagi kepada para politisi.
“Faisal Basri juga menyebut politik uang yang mewabah saat ini adalah ’Demokrasi yang Najis’. Tidak ada lagi yang namanya ’kontrak politik’, semua sudah melakukan perselingkuhan politik yang kemudian dianggap wajar,” ujarnya.
![](https://assets.kedaipena.com/images/2023/06/Resizer_16856146668051.jpeg)
Kedua, dalam kebijakan Model Pembangunan, Faisal Basri menyatakan pertumbuhan ekonomi 5 persen adalah pertumbuhan yang kurang berbasis pada model jangka menengah panjang. Jadi hanya jangka pendek saja. Serta tidak punya nilai tambah, inovasi, dan lainnya, sehingga untuk mencapai angka 7-8 persen pertumbuhan akan sangat susah. Pertumbuhan industri juga dikritik terus menerus turun.
Ketiga, Faisal Basri mengkritik APBN. Faisal menyatakan dari segi income dan pengeluaran bermasalah, sehingga kebijakan pemotongan anggaran saat ini sudah tepat, tapi tidak tepat pada obyek anggaran yang dipotong. Seharusnya dicari pengeluaran yang benar-benar tidak efisien, itu yang dipotong.
“Zaman pak Harto, meski anggaran hanya 30 triliun tapi berhasil membangun macam-macam pasar tradisionil, swasembada pangan, puskesmas, SD Inpres, Jalan yang meskipun hanya beralas kerikil tapi di mana-mana jalan dibangun (revolusi colt-mitsubishi). Sekarang, 3600 T tidak cukup,” ujar Prof Didik menceritakan pernyataan Faisal Basri.
Keempat, ancaman daya saing dan keras sekali. Vietnam pertumbuhan 7-7,5 persen tetapi punya dasar investasi dan inovasi yang termasuk kuat, tanah tersedia, dan semua urusan investor lancar. Di Indonesia, urusan tanah bisa bertele tele.
“Dan terakhir, Faisal Basri menyatakan bahwa perbankan Indonesia bermasalah, dan hanya menyelamatkan diri sendiri,” pungkas Prof Didik.
Laporan: Ranny Supusepa