Ditulis Oleh: Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi
FILOSOFIS pembentukan hukum Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia menekankan bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Mengacu pada konsepsi dasar filosofis kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara membawa implikasi hukum terhadap berbagai fungsi, tugas pokok dan kewenangan Kepolisian sebagai alat negara. Sebagaimana dalam perspektif hukum tata negara maka hakekat terbentuknya suatu organ negara merupakan kekuasaan negara untuk mencapai tujuan negara itu sendiri dengan berdasarkan sumber hukum kewenangan atribusi yang ditentukan dalam susunan kaidah norma hukum suatu undang – undang.
Sebagaimana pandangan ahli hukum Prof. Mr. JHA. Logeman dalam bukunya yang berjudul Over de Theory Van Een Stelling Staats Recht, Logeman menyatakan De staat Is Machts Organitatie Van Ambten, Kring Van Vaste Werkzamheden (Lingkungan Kerja Tetap yang diadakan oleh kaitan negara) yang melekat functie, werkleren, bevoegdheid (fungsi dan wewenang).
Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (selanjutnya disebut UU Kepolisian) memiliki fungsi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 yang menyatakan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Selanjutnya tugas pokok Kepolisian sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 13 UU Kepolisian yakni memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Bahwa adapun Kepolisian sebagai alat negara, diberikan tugas pokok sebagaimana diatur dalam UU Kepolisian diantaranya ketentuan Pasal 14 ayat 1 huruf a yang salah satunya adalah melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.
Adapun di dalam menyelenggarakan tugas Kepolisan sebagaimana ditentukan undang – undang, Kepolisian sebagaimana Pasal 15 ayat 1 huruf g secara umum berwenang untuk melakukan tindakan pertama di tempat kejadian, berwenang memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya (Pasal 15 ayat 2 huruf a), melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian (Pasal 15 ayat 2 huruf k).
Demikian pula implikasi dalam konteks kedudukan sebagai alat negara sesuai ketentuan Pasal 18 ayat 1 ditegaskan bahwa untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
Sebagaimana mengacu pada fungsi, tugas pokok dan kewenangan Kepolisian sebagai alat negara dalam melaksanakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat tersebut, khususnya dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat pada hakekatnya merupakan pelaksanaan tugas dan fungsi kepolisian dalam keadaan yang sangat dinamis sehingga pelaksanaan fungsi tugas tersebut harus berdampingan dengan serangkaian kewenangan atribusi.
Kewenangan subjektifitas dan kewenangan diskresi yang terukur sebagaimana pokok pikiran pasal 1 angka 5 UU Kepolisian yang menyatakan bahwa keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Dalam konteks Kepolisian sebagai alat negara apabila dihubungkan dengan prinsip negara hukum maka sebagai negara merdeka dan berdaulat menentukan tertib hukumnya sendiri telah memberikan suatu batasan ruang lingkup kompetensi absolut kepada Kepolisian sebagai alat negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, termasuk ruang lingkup serangkaian tindakan kewenangan Kepolisan sebagai alat negara didalam menjalankan fungsi dan tugas pokok Kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang – Undang.
Kepolisian Republik Indonesia didalam menjalankan tugas dan wewenang penegakan hukum serta pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat yang sifatnya dinamis dalam peristiwa – peristiwa tertentu yang bersifat ordinary case yang salah satunya berbentuk kerusuhan maupun keadaan tertentu yang mendesak dan mengancam jiwa keselamatan anggota kepolisian yang sedang bertugas.
Maka demi kepastian hukum pelaksanaan tugas didalam menghadapi situasi keadaan – keadaan tertentu sebagaimana dimaksud terhadap seluruh rangkaian tindakan hukum yang dilakukan oleh aparat petugas kepolisian yang mendapat perintah penugasan resmi dari instansi kepolisian dengan adanya tindakan tegas dan terukur dalam bentuk tindakan penembakan maka hal demikian tidaklah tergolong suatu bentuk pelanggaran hak asasi manusia atau tindakan unlawfull killing karena dalam situasi yang demikian tentunya Negara telah melindungi pelaksanaan fungsi dan tugas pokok Kepolisian yang sangat memerlukan tindakan – tindakan konstitusional berdasarkan Undang – Undang Kepolisian, Hukum Acara Pidana yang berlaku serta peraturan perundang – undangan lainnya yang dilaksanakan demi mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dengan demikian merujuk pada pendekatan interpretasi kontekstualis berdasarkan pendekatan kajian teori interpretasi Rechtsvinding, De praktische rechter, De opmerkelijke relevantie van Paul Scholten voor een eigentijdse rechtsvindings theorie dikatakan bahwa “het recht is eer doch het moet worden gevonden in de vondst zit het nieuwe” (hukum ada didalam peraturan perundang – undangan, tetapi harus ditemukan penafsiran makna dari suatu norma hukum) dengan menggunakan asas nocitur a sociis (menelusuri berdasarkan pada relasi peraturan terkait).
Bahwa, Kedudukan Kepolian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara dihubungkan dengan pelaksanaan fungsi, tugas pokok dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia sangat dijamin kepastian hukum pelaksanaanya sebagai bentuk kompetensi absolut kewenangan Kepolisian sebagai alat negara.
Sehingga tindakan – tindakan konstitusional anggota kepolisian dalam pelaksanaan fungsi dan tugas pokok Kepolisian dalam menghadapi situasi keadaan – keadaan tertentu yang berujung pada tindakan khusus penembakan merupakan bagian kompetensi absolut kewenangan kepolisian sebagai alat negara, sebagaimana mengutip “Niemand kan geen bevoegdheden staatsorganen uitoefenen zonder verant wording schuldig te zijn of zonder dat of die uit oefening controle bestaan” demikianlah pandangan yang tepat sebagai pedoman prinsip rambu – rambu sistem penyelenggaraan negara yang mengedepankan pengawasan dan pertanggung jawaban kepada organ Negara.
Kepolisian Republik Indonesia merupakan staatsorganen yang dibentuk berdasarkan konstitusi dan undang – undang yang mana fungsi dan wewenang kepolisian telah diatur secara rinci dan eksplisit berdasarkan Undang – Undang Kepolisian yang telah mendapat derajat legitimasi yuridis kepastian hukum pelaksanaanya.
Terhadap analisa yuridis sebagaimana telah diuraikan, secara akademis dan yuridis normatif bahwa anggota kepolisian yang sedang melaksanakan tugas serta memeliharan fungsi keamanan dan pemeliharaan ketertiban umum masyarakat pada peristiwa penembakan terhadap 6 laskar FPI sebagaimana dalam rekomendasi Komnas HAM yang telah menyebutkan sebagai bentuk kategori pelanggaran HAM menurut pandangan hukum saya tidak terjadi pelanggaran HAM atau unlawfull killing.
Sehingga demikian penilaian Komnas HAM sudah masuk terlalu jauh di wilayah kompetensi absolut kewenangan kepolisian sebagai alat negara ketika anggota kepolisian sedang menjalankan tugas perintah jabatan melakukan fungsi penegakan hukum serta pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.
(***)