KedaiPena.Com – Anggota Fraksi PSI DPRD Kota Tangsel Emanuela Ridayati
mempersoalkan regulasi pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) nomor 2 tahun 2013 tentang pendirian PT Pembangunan Investasi Tangerang Selatan (PITS).
Rida sapaan akrabnya mengatakan, sebagai mitra dari BUMD dalam hal ini PT. PITS, pihaknya merasa adanya oknum-oknum yang menyisipkan pasal-pasal gelap. Hal itu dikuatkan dengan tidak adanya fungsi pengawasan pada Perda 2 tahun 2013, pihaknya merasa dilemahkan.
“Saya melihat adanya pelumpuhan fungsi pengawasan DPRD melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (PT. PITS),” kata dia, saat diwawancara, Jumat (28/2/2020)
“Hal ini dapat kita lihat dari ketentuan dan pasal-pasal dalam Perda Pendirian PT. PITS pada tahun 2013, dimana tidak ada aturan yang mengatur adanya hak pengawasan DPRD kepada PT. PITS,” sambung dia.
Rida menerangkan jika mengacu landasan hukum dalam Perda Pendirian PT. PITS kepada hukum tertinggi yakni pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sudah jelas ada unsur dalam pemerintahan daerah adalah Eksekutif bersama dengan DPRD.
Dengan demikian, lanjut Rida, maka sudah seharusnya ada ketentuan hak pengawasan DPRD sebagai salah satu penyelenggara Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu patut diduga dalam pembuatan dan penyusunan Perda Pendirian PT. PITS ini.
“Sepertinya ada oknum-oknum tertentu yang menyisipkan pasal-pasal gelap yang mengakibatkan fungsi pengawasan DPRD dilumpuhkan,” tandansnya.
Sebelumnya diberitakan, lemahnya fungsi pengawasan DPRD Kota Tangerang Selatan (Tangsel) guna mengevaluasi BUMD, PT Pembangunan Investasi Tangerang Selatan (PITS), diduga kuat sebagai kejahatan yang terorganisir.
Dugaan tersebut dikatakan salah seorang pengamat kebijakan publik dari Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ) Dodi Prasetya.
Dodi mengatakan anggota DPRD Tangsel saat ini memang tidak leluasa menjalankan fungsinya terhadap keberadaan BUMD. Anggota DPRD dalam hal ini komisi 3, terjebak kepada regulasi yang mengurung kebebasan hak-hak legislasi mereka.
Beberapa peraturan pemerintah malah bertolak belakang sehingga mereka tidak bisa menjalankan fungsi legislatif dengan semestinya.
Secara teknis fungsi pengawasan DPRD terhadap BUMD faktanya lemah dihadapan regulasi, misalnya menjalankan fungsi pengawasan. Seharusnya Komisi 3 adalah Mitra bagi BUMD. Baik di dalam UU, peraturan pemerintah maupun peraturan daerah sendiri, Terkesan BUMD di Tangsel itu hanya butuh DPRD pada saat penyertaan modal saja.
“Masalah manejemen dan pengelolaan keuangan mereka tidak punya kewajiban untuk melaporkan kepada DPRD,” katanya kepada wartawan.
Laporan: Sulistyawan