KedaiPena.com – Buntut dari tindakan represif yang dilakukan aparat dan penangkapan sewenang-wenang terhadap pelaku aksi, mendorong Aliansi Mahasiswa Jawa Barat (AMJB) mengeluarkan pernyataan sikap.
Di depan awak media, AMJB menyatakan ada tujuh pernyataan mereka atas kejadian pada Kamis (15/12/2022) lalu.
Pertama, menentang dan mengecam segala bentuk represifitas yang dilakukan aparat Kepolisian, termasuk pengejaran dan penembakan peluru karet secara acak dan tidak proporsional terhadap massa aksi demonstrasi menolak UU KUHP.
Kedua, mengecam pengerahan kekuatan berlebihan dalam menangani demonstrasi sehingga mengakibatkan cedera serius yang tidak perlu terhadap massa aksi.
Ketiga, mendesak Kepolisian untuk menindak, menangkap dan mengadili anggotanya yang melakukan intimidasi, kekerasan, penangkapan, penghadangan, penyitaan pada aksi tolak KUHP.
Keempat, mengecam tindakan penghalang-halangan bantuan hukum bagi para korban penangkapan ilegal.
Kelima, menuntut Kepolisian untuk membebaskan massa aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang tanpa syarat dan meminta maaf kepada publik karena telah lalai dalam menggunakan kekuatan berlebihan dan melakukan aksi penangkapan dan penahanan ilegal.
Keenam, menuntut janji Pemerintah untuk melakukan Reformasi Polri secara total yang terbukti tidak terealisasi hingga saat ini.
Ketujuh, mendesak Pemerintah dan DPR untuk membatalkan KUHP yang bermasalah serta membuka partisipasi publik yang luas dan bermakna kebebasan berekspresi dalam menyuarakan demokrasi dan keadilan adalah hak sebagai warga negara.
AMJB menegaskan bahwa sudah sepatutnya Kepolisian menjamin kenyamanan dan kemanan dalam berdemokrasi, bukan justru memberikan terror dan penangkapan kepada peserta aksi.
Sebagai dasar dari sikap mereka, AMJB melandaskan diri pada Pasal 30 ayat (4) UUD NRI 1945, yang menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
Pasal tersebut menjelaskan bahwa Polri memiliki peranan penting dalam menjamin keamanan dan stabilitas nasional. Namun, dalam menjalankan tugasnya, Polri seringkali menafsirkan perintah undang-undang untuk menciptakan ketertiban umum dalam bentuk pengendalian sosial sebagai landasan untuk menggunakan kekerasan. Polri di lapangan seringkali menerjemahkan perintah “amankan” dari atasan dengan melakukan tindakan represif demi mencapai stabilitas keamanan.
Terkait pembaruan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia sejatinya telah menjadi rencana Pemerintah sejak lama. Hal ini disebabkan karena hukum pidana Indonesia perlu direformulasi sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
AMJB menyayangkan rencana tersebut tidak disertai dengan upaya Pemerintah untuk menghadirkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berkualitas. Hal ini dapat dilihat melalui draf RKUHP per 9 November 2022 yang masih memuat pasal-pasal bermasalah
yang diduga kolonialisasi hukum pidana Indonesia.
Padahal, penolakan terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut telah dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat secara masif dan konsisten. Namun, Pemerintah seakan-akan tutup mata dan telinga terhadap suara penolakan tersebut. Pemerintah justru bergegas untuk mengesahkan RKUHP tanpa mengakomodasi masukan yang telah disampaikan secara terus-menerus oleh masyarakat. Hal ini yang menjadi pemicu berbagai perlawanan masyarakat di seluruh Indonesia.
Laporan: Tim Kedai Pena