KedaiPena.Com – Reformasi kurikulum memang merupakan suatu keharusan dalam menyikapi perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Tapi tetap harus mengikuti standar nasional pendidikan dan menyikapi semua kebutuhan dari setiap lembaga pendidikan di seluruh Indonesia.
Menanggapi hal itu , Wasekjen PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Dudung Abdul Qodir menegaskan, bahwa PB PGRI tidak pernah sekalipun menolak reformasi kurikulum.
“Tapi reformasi tersebut harus tetap bersandar pada undang-undang. Ada tahapan dan aturan yang harus kita kembangkan. Harus terbuka, jangan sembunyi-sembunyi. Yang ada kalau ketahuan jadi ramai. Jangan ada lagi drama korea dalam pendidikan Indonesia,” kata Dudung dalam diskusi online kurikulum sekolah penggerak, ditulis, jumat, (25/6/2021).
Ia menyatakan, sudah sering terjadi bahwa kurikulum Indonesia selalu dijalankan dengan power kepemimpinannya.
“Sesuatu yang baik, yang lama harusnya dilanjutkan. Yang kurang baik, yang lama diperbaiki. Sehingga reformasi kurikulum pendidikan itu adalah suatu keharusan disesuaikan zaman. Tapi memang harus mengikuti tahapan dan aturan,” ucapnya.
Ia menegaskan, bahwa reformasi kurikulum itu tidak bisa semau-mau menteri dan pemerintah.
“Karena harus mengacu pada standar nasional pendidikan, mengikuti prinsip diversifikasi sesuai satuan pendidika dan kurikulum sesuai dengan jenjang pendidikan untuk menegakkan kerangka NKRI,” ucapnya lagi.
Dalam menegakkan NKRI ada yang harus diperhatikan adalah iman dan takwa, akhlak mulia, potensi kecerdasan, keragaman potensi daerah dan lingkungan serta tuntutan pembangunan daerah dan nasional, dunia kerja dan ilmu pengetahuan.
“Jadi jangan karena ada program penggerak, lalu kurikum juga berubah. Kurikulum tidak mengikuti program tapi mengikuti perkembangan eksternal dan internal,” tutur Dudung.
Dudung menyatakan, tidak ada perubahan pada struktur kurikulum saat ini dari Kurikulum 2013.
“Sama saja. Hanya berbeda bungkusnya. Dan yang membuat saya tidak mau membaca lebih jauh adalah karena prinsip pengembangan kurikulum itu harus dilakukan oleh seluruh pemangku pendidikan di Indonesia dan bermakna untuk kepentingan bangsa,” tuturnya.
Ia menegaskan, bahwa saat reformasi kurikulum yang dilakukan oleh Kemendikbudristek, PGRI sama sekali tidak tahu. Begitu pula tak ada naskah dan kajian akademik.
“Draftnya saja tidak pernah dengar, tim pengembang juga tidak boleh mengeluarkan statement apa pun. Katanya pembelajaran abad 21. Tapi faktanya, masih sama dengan kurikulum 2013. Jadi sama saja ini membuang uang negara untuk pembiayaan selama 9 bulan untuk membiayai pelatihan tim ahli dan fasilitator. Sementara 1 juta guru honorer masih menerima gaji rendah,” tandasnya.
sementara itu, Kepala Sekolah Penggerak, SMA Katolik Yos Sudarso Batam, Christina Sumiyati, menjelaskan, dalam kurikulum baru yang dikeluarkan Kemendikbudristek, yaitu Sekolah Penggerak, tidak ada lagi peminatan di kelas 10.
“Tapi anak-anak hanya mendapatkan pendampingan untuk mempersiapkan pemilihan peminatan yang akan dilakukan di kelas 11. Jadi kurikulum yang diberikan sama seperti yang diterima peserta didik di SMP,” kata Sumiyati dalam kesempatan yang sama.
Laporan: Natasha