KedaiPena.com – Tanpa disadari, para novelis futuristik telah menggambarkan kondisi saat ini dalam tulisannya berpuluh tahun lalu. Tulisan yang dulunya hanya imajinasi, kini menjadi lakon keseharian masyarakat.
Pengamat Geopolitik Hendrajit menyatakan hasil karya para penulis berbentuk novel kerap kali lebih tepat untuk dijadikan bahan untuk meramal masa depan. Salah satunya, adalah novel futurist karya George Orwell, 1984.
“Kalau dipikir, baca novel kadang jauh lebih tepat sebagai bahan untuk meramal masa depan. Daripada berkutat dengan kajian atau buku-buku para pakar ekonomi, politik atau bisnis,” kata Hendrajit, Selasa (26/3/2024).
Ia memaparkan plot cerita novel Orwell menggambarkan sang sosok utama cerita, Winston selalu dalam radar pengintaian dan pengawasan melalui teknologi canggih. Dalam pengawasan ‘big brother’.
“Bukankah sekarang kita setiap hari dalam pantauan google location dan CCTV?” ungkapnya.
Contoh lainnya, bisa dilihat pada tahun 2013 yang lalu. Setelah Edward Snowden membocorkan program pengintaian (surveillance) elektronis berkodekan PRISM milik National Security Administration (NSA), Amerika Serikat.
“Bisa kita simpulkan, pada saat itu, skema “Orwellian” juga sudah berlangsung pada skala yang lebih canggih lagi. Jadi para novelis, meski tidak berpretensi membuat fiksi ilmiah, seringkali membuat ramalan-ramalan jitu lewat karyanya,” ungkapnya lagi.
Karya lainnya, yang juga menunjukkan gambaran akan masa depan adalah Victor Hugo, si Bungkuk Dari Notredame, Crime and Punishment karya Dostroyezki, atauTolstoy dengan karyanya War and Peace.
“Mereka semua meramalkan masa depan meski para novelis itu tidak sadar kalau sedang menujum masa depan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Nineteen Eighty-Four atau 1984, merupakan karya Orwell yang terbit pada 8 Juni 1949 dan merupakan buku kesembilan sekaligus terakhir darinya.
Novel ini menceritakan tentang Winston Smith yang merupakan seorang pegawai negeri sipil berpangkat menengah yang bekerja di Kementerian Kebenaran. Sosok Smith diceritakan diam-diam membenci Partai dan memimpikan pemberontakan.
Smith menulis diari terlarang dan menjalin hubungan terlarang dengan kolegannya, yang bernama Julia. Ia juga mulai mengetahui keberadaan kelompok pemberontak bayangan bernama Persaudaraan. Namun, orang-orang Persaudaraan yang berkontak dengan mereka berdua adalah agen Partai, yang berujung pada penangkapan Smith.
Saat dipenjara, Smith mengalami manipulasi psikologis dan penyiksaan oleh Kementerian Cinta Kasih dan baru dilepaskan setelah Smith mencintai Big Brother atau Bung Besar, sosok pemimpin dari negara adidaya totaliter Oceania.
Laporan: Tim Kedai Pena