KedaiPena.Com – Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai berkunjung ke Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Nusa Tenggara Barat, Mataram Rabu lalu.
Pada kunjungannya ke RPTC NTB yang berlokasi di Kota Mataram, Semendawai berupaya menggali informasi mengenai layanan yang diberikan para pengelola RPTC tersebut.
Mulai dari persyaratan yang diterapkan bagi pihak-pihak yang bisa diterima di RPTC dan apakah mereka juga tersangkut masalah hukum? Jika memang ada di antaranya yang tersangkut masalah hukum, apakah ada pihak lain yang turut mendampingi, ataukah RPTC yang turun langsung memberikan pendampingan?
Semendawai yang datang didampingi Ketua Divisi Pelayanan Penanganan Kasus Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB Joko Jumadi, diterima para Pekerja Sosial RPTC NTB, seperti Agus Sofiandi, Hilman dan Erlin.
Dalam dialog yang berlangsung hangat itu, para Pekerja Sosial RPTC NTB secara bergantian menjelaskan bentuk pelayanan yang diberikan RPTC yang saat ini sudah berada di bawah koordinasi Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil NTB.
Pekerja Sosial RPTC NTB Agus Sofiandi menuturkan, RPTC NTB hadir sejak 2012 lalu, bersamaan dengan RPTC di beberapa provinsi lain di Indonesia, yaitu di kawasan Bambu Apus DKI Jakarta dan Riau. Pada dua tahun pertama sejak didirikan, RPTC NTB masih di bawah koordinasi langsung Kementerian Sosial.
Begitu pula dengan pendanaannya. Akan tetapi memasuki tahun ketiga, pengelolaan RPTC di bawah tanggung jawab Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil NTB.
Masih kata Agus, RPTC juga masuk dalam bagian Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak Polda NTB. Mekanisme kerjanya tidak selalu melakukan jemput bola, melainkan menerima titipan atau rekomendasi dari lembaga lain, seperti Polda, LBH APIK, atau Lembaga Perlindungan Anak NTB.
“Sebelum klien rujukan dari Polda, LBH atau LPA diterima, diadakan assesment terlebih dahulu. Yang pasti, harus ada rujukan atau rekomendasi dari multistake holder,†katanya.
Pekerja Sosial RPTC Erlin menambahkan, rata-rata mereka yang dititipkan ke RPTC NTB mencapai 200 orang setiap tahunnya. Mereka terdiri dari berbagai macam klasifikasi, mulai dari perempuan atau anak yang menjadi korban kekerasan.
Ada pula mereka yang berjenis kelamin laki-laki yang merupakan korban perdagangan orang. Pada prinsipnya, tidak semua klien bisa diterima. Hanya saja, mereka yang menjadi korban tindak kekerasan, mendapatkan prioritas untuk dititipkan di RPTC NTB.
RPTC NTB tersebar di tiga lokasi, yaitu di Kota Mataram, Lombok Timur dan Lombok Barat. Kehadiran ketiga RPTC dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh multistake holder, seperti pihak kepolisian, LBH Apik dan LPA NTB sendiri.
“Kami (LPA) memandang tidak perlu mendirikan shelter sendiri karena sudah ada RPTC. Jadi, tiga RPTC inilah yang kita berdayakan,†ujar Ketua Divisi Pelayanan Penanganan Kasus Lembaga Perlindungan Anak NTB Joko Jumadi.
(Prw/Foto: Istimewa)