TEPAT 20 Oktober ini pemerintahan Jokowi-JK sudah berjalan selama dua tahun.Â
Selama dua tahun tersebut pemerintahan tidak berjalan efektif. Dari awal dimulai sudah penuh dengan kegaduhan, dari kegaduhan dengan DPR, kegaduhan partai politik, kegaduhan antar menteri sampai kegaduhan reshuffle kabinet.Â
Fakta reshuffle kabinet dua kali dalam dua tahun adalah menunjukan kegagalan Jokowi-JK melakukan konsolidasi elit politik.
‎
Tercatat, Presiden Jokowi melakukan pergantian pembantu presiden tersebut pertama kali dilakukan pada Agustus 2015.Â
Ada enam menteri yang diganti. Tiga menteri koordinator dan tiga menteri yang memiliki fungsi teknis. Sementara reshuffle kabinet yang kedua dilakukan pada Juli 2016.Â
Ada delapan menteri yang lengser saat itu. Rentang waktu perubahan kabinet pimpinan Jokowi-JK ini tergolong sangat cepat jika dibandingkan dengan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).Â
Argumentasi yang muncul saat perombakan kabinet adalah kinerja kementrian dan kegaduhan antar mentri. Itulah sebabnya jalanya pemerintahan tidak efektif.Â
Secara politik fakta tersebut berdampak pada kerja-kerja kementrian yang lambat.Politik perburuhan Jokowi-JK juga merah dengan mengeluarkan PP 78 /2015 yang  memicu demonstrasi buruh yang terus menerus dan berpengaruh terhadap politik dan ekonomi. Oleh karenanya rapor politik Jokowi-JK merah.
Kesalahan-kesalahan administratif Presiden terkait surat menyurat dan lain-lain termasuk pengangkatan mentri yang berkebangsaan Amerika Serikat saat perombakan tahap dua adalah juga fakta untuk menyimpulkan bahwa rapor politik Jokowi-JK mendapat nilai merah.Â
Meskipun merahnya mendekati angka 6, yaitu 5,7. Angka mendekati 6 tersebut disumbang oleh salah satu indikator Demokrasi yaitu soal kebebasan (freedom). Dari segi kebebasan Jokowi-JK mendapat nilai baik.
Bagaimana dengan ekonomi? Jika rapor ekonomi diukur dengan Rasio Gini maka rapor ekonomi dua tahun Jokowi-JK juga merah. Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) menyatakan, tahun 2016 ketimpangan sudah mencapai angka 0.41- 0.45, ‎
dan jika sudah mencapai 0.5 sudah memasuki kesenjangan sosial yang berbahaya.Â
Pengangguran usia muda juga meningkat misalnya ditemukan tingkat pengangguran tertinggi ternyata lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan persentase 9,84 persen, meningkat dari 9,05 persen pada tahun sebelumnya.(BPS,2016). Dari segi utang negara juga merah. Hingga akhir September 2016, total utang pemerintah pusat tercatat Rp 3.444,82 triliun.Â
Naik Rp 6,53 triliun dibandingkan akhir Agustus 2016, yaitu Rp 3.438,29 triliun. Total pembayaran cicilan utang pemerintah pada Januari hingga September 2016 adalah Rp 398,107 triliun, atau 82,88% dari pagu, atau yang dialokasikan di APBN. ( Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan,2016).Â
Utang meski memberi suntikan permodalan APBN tetapi pembayaran cicilan yang mencapai 398,107 Triliun membebani APBN.Ini seperti gali lobang tutup lobang saja. Lebih dari itu, menunjukan inkonsistensi pemerintah terhadap janjinya sendiri yang tertuang dalam Trisakti dan Nawa Cita yang ingin mewujudkan kemandirian ekonomi.
Ubedilah Badrun, Direktur Eksekutif Puspol Indonesia