KedaiPena.Com – Pemerintah diharapkan dapat menyusul Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2021 secara akuntabel, kredibel, serta antisipatif dalam merespons faktor ketidakpastian akibat wabah pandemi COVID-19. Pasalnya, asumsi dasar RAPBN 2021 jadi kunci pemulihan ekonomi.
“Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, APBN 2021 menjadi instrumen penting dalam keberlanjutan pemulihan dampak COVID-19. Maka dari itu, asumsi dasar yang menjadi dasar penyusunannya, perlu dirumuskan secara hati-hati dan saksama. Sebab, dalam kondisi normal pun asumsi dasar masih mungkin terjadi deviasi, apalagi dalam kondisi pandemi yang serba tidak pasti, ” kata Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin, Rabu, (9/9/2020).
Pada kondisi seperti ini, lanjut Putkom begitu, ia disapa angka-angka tersebut tentu masih akan terus bergerak secara dinamis.
“Menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk merumuskanebijakan yang antisipatif dalam koridor yang prudent serta kredibel,” ungkap Puteri.
Target pertumbuhan ekonomi berkisar pada 4,5-5,5 persen dan tingkat inflasi di level 3 persen. Kemudian, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada pada Rp14.600. Sementara, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun ditargetkan sekitar 7,29 persen.
Kemudian, terkait komponen sasaran pembangunan, pemerintah menargetkan tingkat pengangguran terbuka di kisaran rentang 7,7-9,1 persen dan tingkat kemiskinan di kisaran 9,2-9,7 persen.
Sedangkan Indeks Gini yang menunjukkan tingkat ketimpangan diperkirakan pada 0,377-0,379. Lalu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ditargetkan pada kisaran 72,78-72,95.
Sementara indikator pembangunan yang diukur dengan nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar nelayan (NTN), masing-masing ditargetkan pada level 102 dan 104.
“COVID-19 mengubah angka dasar (baseline) kondisi ekonomi makro kita. Misalnya saja dampak penurunan konsumsi masyarakat terhadap tingkat inflasi tahun ini,” ungkap Puteri.
Hingga Agustus lalu, lanjut Puteri tingkat konsumsi masyarakat masih belum sepenuhnya normal, tercermin dari tingkat inflasi yang cenderung menurun pada bulan lalu sebesar 1,32 persen (yoy), dibandingkan pada bulan Juli yang berada di 1,54 persen (yoy).
“Terlebih, dengan adanya skema pembagian beban (burden sharing) atas pendanaan APBN tahun ini, maka perlu diperhatikan juga dampaknya terhadap inflasi tahun depan, mengingat kebijakan ini dapat memicu penambahan peredaran uang,” ujar Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini.
Pidato Presiden Joko Widodo terkait Penyampaian Keterangan Pemerintah tentang APBN 2021 beserta Nota Keuangannya pada Sidang Paripurna Agustus lalu, menyebutkan bahwa tema kebijakan fiskal tahun 2021 yaitu percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi.
Presiden pun menyebutkan empat arahan utama, yakni mempercepat pemulihan ekonomi, mendorong reformasi struktural, mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital, serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.
Menanggapi hal tersebut, Puteri mengingatkan Kementerian/Lembaga (K/L) untuk dapat menerjemahkan arahan tersebut secara inovatif, sinergis dan strategis untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
“Arahan-arahan ini perlu dicermati dan ditindaklanjuti bersama untuk mendukung lompatan besar seperti yang dimaksud Bapak Presiden. Oleh karena itu, saya kira seluruh K/L perlu lebih aktif mengambil peran dalam menjawab arahan tersebut. Tentunya, kami dari Partai Golkar mendukung kebijakan pemerintah dalam percepatan pemulihan dan penguatan reformasi, tetapi tetap kami tekankan agar catatan-catan tersebut dapat menjadi perhatian bersama,” tandas Puteri.
Laporan: Muhammad Hafidh